SOLO, KRJOGJA.com - Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) nomor 6 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020 berpotensi menimbulkan kegaduhan di sejumlah desa bila cara pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) di saat pandemi Covid-19 dipaksakan sesuai Permendes tapi tidak sesuai dengan situasi kondisi masing-masing desa.
"Saya tengah mempersiapkan Yudicial Review ke Mahkamah Agung terkait Permendes PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang berpotensi menimbulkan kegaduhan itu segera direvisi," ujar BRM Kusumo Putro SH MH anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Solo dalam jumpa pers secara daring di Solo, Minggu (03/05/2020).
Kusumo Putro yang juga menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Lembaga Perlindungan Aset dan Kekayaan Negara (LAPAAN) Jawa Tengah itu mengakui semenjak diterbitkan Permendes) nomor 6 tahun 2020 yang mengatur pendistribusian BLT-Dana Desa pihaknya mendapat keluhan dari sejumlah Kepala Desa di Solo Raya juga Jawa Tengah.
"Intinya para kepala desa merasa resah karena dibenturkan dengan warganya sendiri yang tidak kebagian BLT, kalau mekanisme pembagian BLT digunakan cara Kemendes yakni penyaluran BLT besarannya sebesar Rp 600.000 per bulan per keluarga (KK). Selama tiga bulan berturut-turut sejak bulan April 2020. Padahal warga yang terdampak Covid-19 jumlahnya banyak , sementara dananya tidak cukup." ujar Kusumo.
Seperti diatur dalam Permendes PDTT nomor 6 tahun 2020 desa yang menerima dana desa kurang dari Rp 800 juta, maka mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal 25% dari jumlah dana desa. Sementara desa yang menerima dana desa Rp 800 juta sampai Rp 1,2 miliar mengalokasikan BLT Dana Desa maksimal sebesar 30% dari jumlah dana desa. Lalu, desa yang menerima dana desa lebih dari 1,2 miiliar mengalokasikan BLT Dana Desa maksimal sebesar 35% dari jumlah dana desa.
Menurut Kusumo kalau skema pembagian harus menurut Permendes yakni Rp 600 ribu per KK berlaku tiga bulan. Misalnya desa yang menerima Rp 1 Miliar berarti yg dana BLT yang dibagikan ke warga hanya sekitar 300 juta. Kalau dibagikan Rp 600 ribu selama tiga bulan hanya cukup bagi 166 KK. "Sementara kalau warga yang terdampak Covid-19 membengkak hingga 300 KK, dipastikan Kepala Desa menjadi sasaran demo warga yang tidak kebagian BLT. Ini yang saya maksud kebijakan Mendes malah membenturkan Kepala Desa dengan warganya yang tidak kebagian BLT," paparnya.
Solusinya menurut Kusumo, agar ada revisi bunyi pasal dalam Permendes nomor 6 tahun 2020 yang merupakan Perubahan atas Permendes PDTT nomor 11 tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020 .
Agar sesuai dengan kondisi masing-masing desa bunyi pasal peraturan menteri desa harusnya diubah. Agar mekanisme bantuan langsung tunai diserahkan kepada Kepala Desa yang mengetahui kondisi masing-masing desa.
"Misalkan karena dananya terbatas sementara penerima bantuan membengkak, maka Kepala Desa diberi kewenangan untuk mengubah BLT yang seharusnya besarannya Rp 600 ribu per KK. BLT bisa dikonversikan dalam bentuk sembako yang nilainya lebih rendah dari Rp 600 ribu tapi penerima bantuan dapat menerima semuanya secara merata," paparnya.
Yang rawan menurut sejumlah kepala desa yang menghubungi Kusumo, dalam situasi himpitan ekonomi pandemi Corona, bila ada warga yang seharusnya menerima bantuan namun kenyataannya karena dananya terbatas, ada warga yang tidak menerima BLT. Nah warga yang tidak keduman bantuan itu bisa emosi yang kalau dibiarkan menjadikan suasana desa malah tidak kondusif,"tutur Kusumo.
Agar kebijakan pembagian BLT diserahkan kepada Kepala Desa yang lebih mengetahui kondisi daerahnya masing-masing. "Terutama terkait dengan fleksibelitas bentuk bantuan dan besaran BLT menyesuaikan dengan keterbatasan besarnya anggaran, namun tujuannya tercapai yakni masyarakat terdampak Covid-19 di sebuah desa secara merata semuanya menerima BLT yang memang menjadi haknya ,"ujar Kusumo.
Kepala Desa,lanjut Kusumo harusnya diberi kewenangan untuk menyesuaikan besaran dana BLT maupun mengubah wujud bantuan misal diubah menjadi sembako bukan harus dalam uang tunai. "Yang penting warga yang terdampak Covid-19 harus mendapatkan haknya. Mereka secara merata harus mendapat bantuan," pungkasnya. -(Hwa).