SRAGEN, KRJOGJA.com - Sedikitnya 700 hektare sawah yang berada di daerah aliran irigasi Waduk Botok, Kecamatan Kedawung, Sragen, terancam 'bera' karena kondisi waduk yang mulai mengering. Para petani setempat diketahui nekat menanam padi meski pasokan air tidak ada.
Sementara, lahan seluas 1.788 hektare lainnya dibiarkan begitu saja dan tidak ditanami padi atau palawija. Waduk yang dibangun pada masa kolonial Belanda 1942 itu diketahui mengairi lahan sawah seluas 2.488 hektare.
Petugas Pemantau Waduk Botok Kedawung, Sragen, Riyin Novianto Kamis (19/7/2018) mengatakan, Waduk Botok memiliki jangkauan irigasi di 13 desa. Kondisinya saat ini sudah mulai mengering sejak sebulan terakhir. "Kami sudah laporkan ke BBWSBS (Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo) terkait kondisi waduk terakhir," ujarnya.
Ditambahkannya, ada tujuh waduk di bawah pengelolaan BBWSBS, yakni Waduk Botok, Waduk Brambang, Waduk Gembong, Waduk Kembangan, Waduk Blimbing, Waduk Gebyar, dan Waduk Ketro. Dari tujuh waduk itu baru tiga waduk yang kering, yakni Waduk Botok, Waduk Gebyar, dan Waduk Gembong. Selebihnya masih ada airnya meskipun debitnya kecil.
Salah satu petani, Noto (73) asal Dukuh Sidorejo, Desa Mojodoyong, Kecamatan Kedawung, Sragen, mengatakan para petani di Mojodoyong memang berspekulasi menanam padi. Dia mengatakan para petani hanya bisa menunggu kiriman hujan untuk menyelamatkan tanaman padi bila susah mendapatkan air irigasi.
Menurutnya, areal persawahan di Mojodoyong nyaris tidak ada sumur pantek. Sehingga petani selama ini hanya mengandalkan air dari waduk atau air hujan. "Hanya ada sumur pantek satu milik pribadi yang dibangun dengan dana Rp 65 juta. Sumber utama air irigasinya hanya dari Waduk Botok dan sekarang sudah kering. Idep-idep berjudi, syukur bisa sampai panen padinya," tambah Noto. (Sam)