Malam Pergantian Tahun Baru Imlek di Solo Meriah

Photo Author
- Sabtu, 28 Januari 2017 | 11:24 WIB

GENAPLAH sudah, gelegak malam pergantian tahun baru Imlek 2568. Menandai pergeseran masa berdasar perhitungan penanggalan China ini, tepat pukul 00.00 Sabtu (28/1), langit Kota Solo berpendar cahaya warna-warni membentuk aneka konfigurasi artistik kilatan kembang api. Udara basah akibat guyuran hujan sejak siang hari, tak menyurutkan langkah ratusan ribu orang yang menyemut di antara ribuan lampion dominan warna merah di kawasan Pasar Gedhe.

Badai intoleransi yang belakangan menerpa bumi pertiwi, sungguh tak menggoyahkan segenap warga Solo dan sekitarnya, bahkan masyarakat dari berbagai kota di Indonesia ikut menyemarakkan Imlek yang tahun ini disimbolkan dengan shio ayam api. Tak saja ketika perayaan memuncak pada detik-detik pergantian tahun yang ditandai dengan pesta kembang api, setiap malam sejak 17 Januari lalu, kawasan segitiga Bunderan Gladag, Balaikota, hingga Pasar Gedhe selalu saja disesaki masyarakat berselfi ria dengan latar lampion yang kini menjadi brand baru Kota Solo.

Bolehlah disebut, perayaan tahun baru Imlek di Solo bertumbuh menjadi perekat masyarakat. Begitu saja mereka bersama-sama larut dalam kegembiraan dalam suasana hati masing-masing tanpa sekat etnik, suku, ras, kelompok, religi, ataupun identitas primordialistik lainnya. Ini bukan sesuatu yang terlahir begitu saja, sejak kran kebebasan dibuka seirama dengan era reformasi, perayaan Imlek di Solo sejak awal memang dilandasi spirit pembauran sekaligus sebagai event multikultural.

Imleknya satu, pendukungnya banyak. Begitulah mungkin adagium yang bisa disematkan dalam perayaan tahun baru Imlek di kota bekas kerajaan penerus dinasti Mataram. Tak kurang dari 20 elemen masyarakat berlatar belakang saling berbeda, terlibat dalam penyelenggaraan perayaan Imlek tahun ini. Pun nafas multikultural pada isian rangkaian acara juga dipertebal, jelas Ketua Panitia Imlek Bersama 2568, Sumartono Hadinoto, diantaranya festival menulis kaligrafi aksara Jawa di atas kain sepanjang 500 meter, penguatan Grebeg Sudiro, dan sebagainya.

Alhasil, perayaan tahun baru Imlek, saat ini sudah menjadi milik warga Solo, tak ubahnya malam tahun baru masehi ataupun malam 1 Sura. Dia tidak saja sebagai wahana rekreasi ringan nan unik, tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi bagi sebagian warga dengan cara masing-masing. Sebut saja, kerumunan ribuan orang setiap malam, memberi rezeki tersendiri bagi pedagang musiman yang menggelar dagangan di kawasan keramaian. Tak kurang kalangaan pelaku pariwisata, mengemasnya menjadi paket wisata yang tentu akan memunculkan multi player effect

lebih luas.

Seirama dengan universalitas Imlek itu pula, pernak pernik Imlek juga bertumbuh menjadi komoditas dengan pangsa pasar semakin berragam pula. Tentu ini peluang ekonomi tersendiri, tambah Sumartono, sehingga mulai tahun ini panitia berinisiatif memberikan pendampingan kepada sejumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memproduk pernak pernik Imlek, sekaligus membantu pemasaran, diantaranya lewat gelaran Solo Imlek Festival.

Ketika event tahunan ini mampu memberikan nilai tambah kepada masyarakat, entah itu bersifat ekonomi, sosial, budaya ataupun sendi kehidupan lain, rasa melu handarbeni

dipastikan kian kental. Itulah perekat, yang tentu sangat diidamkan segenap warga Solo khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya, terlebih ketika badai intoleransi bertiup kencang. Dari Solo, spirit kebersamaan bergulir untuk Indonesia. Kenapa tidak. (Hari D Utomo)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

KNPI Sragen Prihatin, Slogan Sragen The Land of Mendeman

Minggu, 21 Desember 2025 | 23:10 WIB

Giliran Polisi Kosek Miras, Ratusan Botol Disita

Jumat, 19 Desember 2025 | 11:30 WIB
X