KARANGANYAR (KRjogja.com) - Metode pengolahan dan pemasaran cokelat dari Dusun Deres, Desa Kadipiro, Jumapolo butuh perbaikan supaya komoditas tanaman perkebunan itu bernilai jual lebih tinggi. Penjajakan teknologi pascapanen terus dilakukan seiring pengembangan desa itu menjadi kampung wisata kuliner.
Sejauh ini, penjualan hasil panen buah bernama ilmiah theobroma cacao dari Dusun Deres berupa biji yang sudah dikeringkan. Dari metode sederhana itu, pengepul hanya menghargainya Rp 25 ribu perkilogram. Meski penjualan model konvensional ini menguntungkan petani, namun sebenarnya laba dapat lebih digenjot apabila mereka mau meningkatkan mutu produknya.
“Pengolahan pascapanen belum benar. Masih dengan cara lama seperti buah didiamkan 3-5 hari baru diambil biji. Kemudian menjemurnya di lantai yang tanpa sengaja tercampur dengan kotoran. Misalkan dilakukan fermentasi untuk mengurangi rasa pahit, pasti lebih bermutu,†kata Ngadiman, Ketua Kelompok Tani Ngudi Barokah kepada KRjogja.com usai peresmian Rumah Pintar Petani Kakao di Desa Kadipiro, Jumat (28/10/2016).
Penanganan pascapanen secara sederhana membutuhkan waktu cukup lama mulai petik, pengambilan biji, penjemuran, penghilangan lendir hingga disangrai. Dalam setiap kali petik, satu bidang lahan hanya menghasilkan 7-10 kilogram biji cokelat kering. Sehingga bercocok tanam cokelat sekadar selingan mata pencaharian. Makanan dan minuman olahan cokelat juga masih dikonsumsi pribadi alias belum diproduksi massal.
Melihat potensinya yang belum dioptimalkan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Karanganyar memberikan pendampingan lebih intens. Selain memberikan bantuan 3.500 batang bibit tanaman cokelat, petugas dinas juga akan memandu metode mutakhir pascapanen dan ikut menjaring stakeholder distribusinya.
“Di rumah pintar petani Kakao tersedia sarana edukasi dengan peralatan pengupas, pemecah biji dan penggiling. Akan diupayakan bantuan alat fermentasi. Rumah pintar menjadi media berkonsultasi petani cokelat,†kata Kepala Dispertanbunhut, Supramnaryo.
Dikatakannya, Desa Kadipiro merupakan satu-satunya daerah penghasil cokelat di Jawa Tengah yang mampu berproduksi secara turun-temurun. Untuk diketahui, terdapat 60 keluarga dari tujuh kelompok tani yang membudidaya tanaman cokelat di Kadipiro. Apabila pendampingan berkesinambungan berhasil, pihaknya bakal menggandeng stakeholder lebih luas untuk mewujudkan kampung wisata cokelat. “Misalnya wisata kuliner cokelat langsung di desa penghasilnya,†katanya. (R-10)