SOLO (KRjogja.com) - Wayang Orang (WO) Sriwedari yang dalam tiga dasa warsa terakhir kehilangan pamor akibat tergerus zaman, akan ditata ulang secara menyeluruh. Penataan tidak saja meliputi personal pendukung panggung, baik pemain maupun kru karawitan, tetapi juga gedung wayang orang yang dinilai tidak representatif lagi. Selain itu, peralatan pendukung, seperti tata lampu, 'sound system' juga dibenahi, dengan proyeksi dana sekitar Rp 40 miliar.
Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo menjawab wartawan, di Balaikota, Selasa (25/10), mengungkapkan, sejak berdiri tahun 1922, pemugaran gedung WO Sriwedari baru dilakukan dua kali, pada tahun 1951 dan 1992. Kondisi bangunan yang mulai memudar, sedikit banyak mempengaruhi minat masyarakat menonton seni pertunjukan tradisional ini, selain pula faktor lain, diantaranya tawaran hiburan yang semakin kompleks dan lebih menarik.
Pria yang akrab disapa Rudy ini mengakui, upaya membangkitkan kembali masa kejayaan WO Sriwedari sebagaimana pernah diraih pada era tahun 1970-an hingga 1980-an, cukup sulit, terkait persaingan dalam dunia hiburan kian ketat. Pada era digital seperti sekarang ini, orang dengan mudah dapat memperoleh hiburan menarik di dalam rumah, bahkan lewat 'smartphone' yang selalu berada di genggaman. Belum lagi tawaran jenis hiburan modern lain yang mungkin lebih menarik.
Tetapi sebagai salah satu ikon kota, penataan ulang secara menyeluruh dirasa sangat mendesak, minimal sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya. Terlebih WO Sriwedari saat ini merupakan satu-satunya grup wayang orang yang masih berpentas secara rutin setiap malam, kendati miskin penonton. "Menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melestarikan sekaligus membangkitkan kembali khasanah seni pertunjukan tradisional ini," ujar Rudy.
Hingga saat ini, rencana penataan ulang WO Sriwedari dalam tahap pembuatan desain bangunan yang sesuai dengan karakter Kota Solo serta landscape
situs budaya Taman Sriwedari. Sedangkan penataan personal, tambahnya, antara lain meliputi pembenahan status kepegawaian, pola pemanggungan, dan sebagainya. Sebagian pemain WO Sriwedari, tambah Rudy, memang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), tetapi sebagaian yang lain tenaga honorer atau magang.
Dari sisi pemanggungan, tambah Rudy, sebenarnya sudah dilakukan berbagai upaya untuk menarik minat masyarakat, diantaranya durasi pementasan dipadatkan hanya selama 2 jam, deskripsi narasi melalui layar monitor dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, dan lain-lain. Hanya saja, upaya tersebut belum menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan, setidaknya dari sisi arus penonton yang tidak lebih dari 50 orang. (Hut)