KRjogja.com - SOLO - Kedekatan orang Jepang dengan Solo pernah ada. Itu banyak dipengaruhi lewat lagu Bengawan Solo karya sang maestro Gesang almarhum. Saat itu ikatan emosi sebagian penduduk Sakura sangat kuat sehingga secara bergantian saling menyempatkan berkunjung ke Solo.
Mereka bernostalgia di tepi Bengawan Solo sembari mendengarkan lagu Bengawan Solo. Realita itu mendorong seorang pemerhati seni Gembong Supriyadi membuat tetenger di tepi Bengawan Solo tepatnya di Taman Jurug yang disebut Sanggar Gesang. Tempat inilah yang dikunjungi untuk mengenang masa lalunya.
Tapi hubungan budaya berkat lagu Bengawan Solo itu berangsur berkurang, sejalan tiadanya para orang tua Jepang. Tomoko Fujihira salah seorang generasi muda Jepang mengaku tidak tahu apa yang selama ini menarik perhatian nenek moyangnya tentang Bengawan Solo.
Baca Juga: Satreskrim Polres Sukoharjo Berhasil Ungkap Kasus Curas di Mojolaban
"Saya baru sekali datang ke Solo, dan tidak tahu tentang historis Bengawan Solo," kata Executive Officer Surala Ltd tersebut berterus terang usai menandatangi naskah kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Pancasila (YPP) Pusat Surakarta di Wonogiri, Selasa (16/7/2024).
Menurut Tomoko Fujihira sangat mungkin kedekatan nenek moyangnya dengan komponis Gesang karena ada persamaan budaya. Apalagi si pengarang lagu Bengawan Solo juga memberikan apresiasi terhadap penggemarnya di Jepang dengan membuatkan lagu Seto Ohashi.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Pancasila, Prof Dr Soeprayitno MM MSc menambahkan hubungan kerjasama dengan Surala salah satunya untuk penguatan Bahasa Jepang disamping Matematika. Dengan adanya pembekalan Bahasa Jepang dengan metode Surala diharapkan siswa-siswa SMK Pancasila mahir berbahasa Jepang.
Baca Juga: Pembentukan BPN, Perlukah?
Langkah YPP dengan Surala sebagai terobosan untuk menyiapkan para siswa SMK, setelah lulus siap kerja atau melanjutkan studi di Jepang.(Qom)
