KRJogja.com - KARANGANYAR - Pengelolaan sampah secara tuntas, tepat serta menghasilkan profit tak hanya bergantung anggaran pemerintah. Namun masih banyak faktor penentu keberhasilannya.
Demikian mengemuka dalam diskusi interaktif bertema Sampah Tuntas di Desa dalam rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di pendopo RM Said rumah dinas bupati Karanganyar, Selasa (15/4). Agenda tersebut menghadirkan sejumlah praktisi pengelola sampah desa dan unsur pemerintah.
Baca Juga: Kasus DBD Mulai Merebak di Sragen, Warga Diminta Waspada
"Setidaknya lima unsur yang harus berkomitmen menuntaskan sampah. Pertama ketersediaan anggaran, komitmen eksekutif dan legislatif dalam mendukung dan mendorong program, kepala desa dan lembaga di desa serta kepedulian masyarakat ikut menyukseskan program sampah tuntas di desa," kata Parno Karyo Sumarto di hadapan peserta diskusi.
Pria yang menjabat Kepala Desa Tunggulrejo Jumantono ini menyebut semua unsur itu perlu menyamakan persepsi. Tiada satu diantaranya, pelaksanaan program tuntas sampah bakal timpang.
"Ada anggaran tapi kalau kades selaku penggerak enggak peduli, tentu tidak jalan. Paling penting kepala daerah serius mendorong program ini. Political Will itu yang melandasinya," katanya.
Baca Juga: Lion Group Goes to Campus STTKD Setiap Tahun Butuh 500 Pramugari
Setelah semua berkomitmen dan serius mengerjakan kewajibannya, tinggal mengadakan infrastruktur seperti peralatan pengolah sampah. Di desanya, pengelolaan sampah yang ditangani BUMDes dinilai sukses menjalankan program. Sampah sudah terpilah sejak di rumah tangga.
Kemudian diangkut petugas secara berkala ke tempat pemrosesan. Sampah anorganik dimusnahkan atau dijual ke perosok sedangkan organik diolah menjadi pupuk kompos.
"Enggak ada sampah Tunggulrejo yang dibuang ke TPA Sukosari. Semuanya tuntas di desa. Unit usaha BUMDes ini memang belum banyak profit dari jualan barang daur ulang dan pupuk, namun kita dapat benefit pada lingkungan untuk masa depan lebih baik," katanya.
Di lingkup desanya, pengelolaan secara masih dapat ditangani secara mandiri. Terlebih produksi sampah hanya dari rumah tangga saja. Namun pola yang sama sulit dilakukan di wilayah lain dengan jumlah penduduk banyak dan aktivitas industri menyertainya.
"Misalnya di Ngringo Jaten. Luar biasa jumlah penduduknya. Pabrik dan UMKM menjamur. Alhasil, sampahnya meledak. Pemerintah desa mustahil menangani mandiri. Butuh bantuan pemerintah kabupaten. Mitigasi persampahan penting demi menentukan kebijakan tepat," katanya.
Staf Dispermasdes Karanganyar Wiliyanto Wardhana selaku narasumber diskusi mengatakan pemerintah desa dipersilakan menganggarkan dana pengelolaan sampah di APBDes. Menurutnya, unsur di desa paling paham besaran kebutuhannya.
"Desa pakai BUMDes mengelola sampah. Boleh kok didanai APBDes. Tinggal political will pejabat di desa mau serius mengurusinya," katanya.