Krjogja.com - SRAGEN - Janji Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen untuk menyelesaikan sengketa saluran air di Desa Jono dan Gawan Kecamatan Tanon belum membuahkan hasil. Terbukti puluhan hektare (ha) sawah di Desa Jono kembali tergenang air setelah hujan lebat seharian mengguyur Sragen.
Sementara sawah di Desa Gawan yang berdekatan dengan Desa Jono tetap kering dan aman. Upaya Bupati Sragen, Sigit Pamungkas yang beberapa hari sebelumnya sempat mengunjungi dan memediasi konflik saluran air antardesa tersebut belum berdampak.
Air kiriman dari wilayah hulu, Desa Karangwaru, Slogo, Ketro dan sekitarnya masih mengalir deras dan terjebak di Desa Jono tanpa bisa keluar.
Salah satu petani Desa Jono, Sukardi mengatakan, kondisi persawahan di Desa Jono dan Gawan bak bumil dan langit. persawahan di Desa Jono terendam dan terlihat seperti lautan, sementara sawah di Desa Gawan terlihat normal tanpa genangan sedikitpun.
"Hari ini persawahan Desa Jono kembali tenggelam. Air dari Karangwaru dan Slogo masuk semua ke Jono dan tertampung di perbatasan. Sementara di sebelah, persawahan Desa Gawan normal-normal saja, tidak ada air menggenang. Saluran air di perbatasan seperti 'dibendung' oleh petani Gawan," ungkap Sukardi, Minggu (7/12/2025).
Baca Juga: Konvoi Kemanusiaan untuk Gaza: Lazismu Kirim 6 Truk Bantuan Lewat Join Action for Palestine 4
Kondisi ini membuat petani Jono merasa 'ditumbalkan' demi keamanan pangan desa tetangga. Akibat saluran pembuangan ke arah Gawan yang masih tertutup, air tidak memiliki jalan keluar menuju Sungai Bengawan Solo.
Dampak dari genangan yang tak kunjung surut ini sangat fatal. Sukardi menyebut para petani Jono sudah tiga kali mencoba menanam padi, namun tiga kali pula gagal total karena benih membusuk terendam air. Ketahanan pangan keluarga petani kini di ujung tanduk.
Sebenarnya, warga Jono memiliki opsi nekat. Sukardi mengaku para petani sudah menyiapkan tanah uruk untuk membendung aliran air dari arah Karangwaru (Barat). Jika itu dilakukan, air tidak akan masuk ke Jono, namun akan menenggelamkan desa di hulunya.
"Kami masih menahan diri. Kalau kami bendung, potensi konflik horizontal antarpetani dua desa bisa meledak. Kami masih menghargai mediasi Bupati beberapa waktu lalu, tapi nyatanya kondisi lahan kami yang jadi korban," tegasnya.
Di tengah keputusasaan karena modal tanam yang ludes tiga kali, petani Jono kini hanya berharap pada bantuan sosial atau kompensasi bibit. Mereka mengetuk hati Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP) Sragen untuk turun tangan menyelamatkan ekonomi warga.
"Tolong instansi terkait, terutama Dinas Pertanian, tersentuh hatinya. Kalau ada program bantuan, tolong ulurkan tangan agar ekonomi keluarga petani Jono bisa tertolong," pinta Sukardi.
Sayangnya, jeritan petani ini belum mendapat respons. Hingga berita ini diturunkan, Kepala DKPPP Sragen, Eka Rini Mumpuni Titi Lestari, memilih bungkam. Pesan singkat berisi konfirmasi mengenai solusi konkret atau bantuan darurat bagi petani Jono yang dikirimkan awak media, belum berbalas.
Lambannya respons dinas teknis ini menambah daftar panjang kekecewaan warga. Sementara Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sragen menjanjikan normalisasi fisik baru bisa dikerjakan Januari 2026. Tanpa intervensi cepat, Desa Jono terancam tidak hanya gagal panen, tapi juga krisis kepercayaan terhadap pemerintah daerah. (Sam)