SOLO, KRJOGJA.com - Guna menyelesaikan konflik berkepanjangan hingga tuntas di kraton kasunanan Surakarta, perlu ada figur yg disegani, dipercaya oleh dua kubu yang bertikai, yakni raja Kraton Surakarta PB XIII versus GKR Moertiyah Wandansari pimpinan Lembaga Dewan Adat (LDA) yang didukung keturunan PB 2 hingga PB XI. Negara juga perlu hadir.
"Kalau hanya diserahkan pada keluarga inti sementara tidak ada yang melerai, itu pengulangan yang gagal telah dicoba sebelumnya. Pun akademisi dari UNS atau UGM yang disebut Royal Academic nantinya berperan menterjemahkan bahasa langit ke bahasa operasioanal juga perlu dilibatkan untuk mengurai konflik 17 tahun hampir tiada ujung kapan selesainya ," ujar dua akademisi sekaligus budayawan dari UNS Prof. Andrik Purwasito dan Kepala Pusat Unggulan Iptek (PUI) Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Sahid Teguh Widodo secara terpisah kepada www.krjogja.com menyangkut kemungkinan menyatukan kembali dua kubu yang bertikai di Kraton Kasunanan Surakarta peninggalan dinasti Mataram Islam it
Menurut Prof Sahid Teguh Widodo upaya resolusi konflik atau Islah kekeluargaan harus paripurna, holistik , "ojo nggugu karepe dewe " seperti yang pernah terjadi saat dilakukan upaya Islah yang diinisiasi baik Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo - Kapolda Jateng Irjen Condro Kirono (saat itu) hingga dua watimpres Jendral Purn Subagyo HS dan Jendral Purn Wiranto
Pun harus melibatkan royal academic , para winasis dari UNS dan UGM yang dipercaya oleh dua kubu. "Dimensi yang diurai bukan hanya aspek kesejarahan saja, namun kompleks. Ada aspek ekonomi, terkait putra-putra PB XII sebagian tidak memiliki penghasilan tetap. Selain itu aspek budaya selain sejarah yg membuat 32 putra PB XII tidak rukun dan mengerucut dua kubu itu," papar Ketua Javanologi UNS itu.
Menurut Prof Andrik mengapa konflik kraton Surakarta berlarut-larut sejak tahun 2004, hingga 17 tahun tiada titik temu dua kubu yang bertikai? Konflik memang terjadi karena ada perbedaan dalam banyak hal. Menurut Prof Andrik pihaknya tidak tahu persis motivasi dan detil di belakang konflik tersebut. "Namun setidaknya saya melihat masing-masing pihak mempunyai pemikiran dan kepentingan yang sulit dipertemukan. Kesulitan tersebut mungkin saja bersifat abstrak. Yakni mengingat bahwa di satu sisi, Sinuhun PB XIII telah menduduki tahta secara sah. Berarti beliau menyandang gelar Ratu Gung Binathara. "paparnya
Posisi tersebut telah menempatkan (1) Raja mempunyai kuasa untuk berkehendak dan mengontrol Kraton Surakarta secara penuh dan (2) Raja mempunyai kuasa untuk menerima, menjaga dan mendistribusikan bandha-bandhu (harta kekayaan)
Sementara di posisi yang lain, Lembaga Dewan Adat (LDA) Kraton Surakarta mempunyai kehendak, yang pada umumnya tidak sepaham atau tidak sejalan dengan Sinuhun PB XIII dan Timnya. Termasuk dalam kasus kedatangan tamu dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk bersilaturahim dengan Sinuhun PB XIII di Kraton Surakarta, Prof Andrik melihat bahwa ada upaya untuk tidak melibatkan pihak LDA dalam pertemuan tersebut. " Ini adalah persoalan komunikasi politik dibanding dengan konflik itu sendiri. "tandasnya
Prof Andrik menambahkan konflik di Kraton Kasunanan Surakarta merupakan konflik keluarga. Hanya keluarga Kraton sendiri yang dapat mencari jalan ke luar. Tetapi secara teoritis, sebuah konflik dapat diselesaikan apabila para pihak bersedia untuk (1) Dialog/komunikasi yang intensif, (2). Mencari jalan tengah, sedia melepaskan ego (3). Membuka diri untuk membangun Kraton di masa depan. Ketiga pendekatan tersebut dapat dicapai apabila kedua belah pihak saling menghormati satu sama yang lain sebagai sebuah keluarga (fammiliarity), kedua belah pihak saling mencari kesamaan dalam berbagai masalah (similarity), yang ketiga, kedua belah pihak membicarakan berbagai masalah yang saling berdekatan (proximity). "Apabila dasar teoritis tersebut tidak disepakati maka konflik akan menemui jalan buntu. "ujar Andrik. ( Hwa )