Krjogja.com - SRAGEN - Keberadaan desa wisata yang menjamur di Indonesia harus diimbangi dengan keberpihakan pemerintah dalam upaya promosi. Untuk itu, DPR saat ini tengah merevisi Undang-Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan yang ditargetkan sudah digedok pada 2024 mendatang.
Revisi UU Kepariwisataan itu dilakukan untuk pemerataan pembangunan dan memberikan kesempatan promosi terintegrasi yang sama kepada seluruh destinasi pariwisata di Indonesia termasuk desa wisata yang sedang bertumbuh. Rencana revisi UU Kepariwisataan itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR, Agustina Wilujeng Pramestuti, saat menghadiri ulang tahun ke-1 wisata Sendang Kun Gerit Desa Jatibatur, Kecamatan Gemolong, Sragen, Senin (31/7/2023).
Agustina menyampaikan, revisi UU Kepariwisataan menjadi inisiasi DPR yang ditargetkan akhir 2023 ini bisa masuk ke pemerintah. Dia melihat UU tersebut hanya memberi peluang bagi destinasi super prioritas, seperti Bali, Toba, Borobudur, dan destinasi pariwisata besar lainnya. "Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) nantinya dengan UU yang baru bisa menjadi induk bertumpunya seluruh aktivitas pariwisata, termasuk desa wisata. Seperti di Sendang Kun Gerit ini bisa diperlakukan seperti Borobudur, Toba, dan Bali. Kemenparekraf tidak hanya memberi dana, tetapi bisa memberi akses pendukung, seperti infrastrukturnya dan promosi terintegrasi,” jelas Agustina.
Dia melihat Gunung Kemukus sudah dibangun dan warga sudah tidak takut untuk datang ke New Kemukus. Dia mengatakan Gunung Kemukus tinggal pengembangannya untuk diintegrasikan dengan desa wisata di sekitarnya, seperti Boyolayar. Dengan pendekatan tersebut, Agustina berharap pendapatan Sragen bisa naik dan pendapatan masyarakatnya ikut meningkat.
"Jadi semengat revisi UU Kepariwisataan itu untuk memberikan kesempatan dan pemerataan pembangunan dan promosi pariwisata terintegrasi dari Kemenparekraf. Kalau UU itu kebijakan prioritas yang menentukan pusat maka dengan revisi UU itu semua destinasi mendapat kesempatan yang sama. Desa wisata menjadi bagian yang mendapat kesempatan karena desa wisata tumbuh tanpa endorsment pemerintah pusat dan hasilnya miliaran rupiah,” tandas wakil PDIP ini.
Dia mengatakan desa wisata tampa intervensi pemerintah dalam bentuk rupiah tetapi bisa eksis, termasuk di Sragen yang tumbuh. Seperti Sendang Kun Gerit yang dikelola BUMDes setempat ini mulai dari manajemen dan dukungan stakeholders lainnya bisa menjadi role model atau panutan yang menginspirasi desa-desa lainnya. "Kun Gerit ini from zero to be something. Dari tidak ada apa-apa tetapi mampu menghasilkan sesuatu. Ini luar biasa. Jadi pemerintah tinggal promosi saja," tambahnya
Dia mengatakan salah satu promosi yang dilakukan Kemenparekraf melalui BISA Fest atau Bersih, Indah, Sehat, Aman Festival, yakni kegiatan yang memberi kesempatan kepada pelaku seni tradisional untuk dipamerkan dalam konsep festival. Tujuannya untuk promosi pariwisata. Potensi seni tradisional, kata dia, akan didokumentasikan dan diunggah ke laman resmi Kemenparekraf.
Sementara, Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Sragen, Joko Hendang Murdono, berharap pengembangan pariwisata itu dilakukan secara berkelanjutan dan memberi dampak sosial, budaya, dan ekonomi di lokasi sekitar destinasi pariwisata. Dengan BISA Fest di Sendang Kun Gerit ini dilakukan dengan menampilkan kesenian daerah, seperti tayu, rodatan, tarian jawa, wayang, dan lainnya. Dia berharap BISA Fest menjadi ajang promosi destinasi wisata yang mengedepankan kearifan lokal. (Sam)