KARANGANYAR, KRJOGJA.com –Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Se– Eks Karisidenan Surakarta menolak tempat ibadahnya dipolitisasi. Hal itu dibahas dalam konsolidasinya yang berlangsung di Balai Istirahat Pekerja (BIP) Tawangmangu.
Sekretaris Pengurus Pusat LTMNU Kyai Ibnu Hazen menginginkan masjid kembali berfungsi sebagaimana mestinya yaitu tempat ibadah menebar rahmat, kebaikan dan sebagai wadah pemersatu umat, bangsa dan negara. Di musim kampanye terbuka jelang Pilpres dan Pileg seperti sekarang, bukan tidak mungkin sosialisasi politik menyasar ke tempat ibadah. Utamanya di masjid.
“Dalam kegiatan konsolidasi ini, saya berharap agar masjid itu jangan sampai ikut dijadikan sebagai media kampanye kepentingan politik sesaat. Takmir masjid harus bisa mengambil sikap,†katanya.
Sterilisasi kegiatan kampanye di masjid penting supaya hubungan keharmonisan umat tetap terjaga. Meskipun berbeda pandangan pilihan di Pemilu 2019, seluruh umat Islam tak boleh mengadunya di masjid. Sehingga dakwah di masjid menjadi lebih sejuk tanpa kepentingan kampanye politik. Lebih lanjut dikatakannya, para elite politik dipersilakan menggaet massa di luar masjid dengan mengangkat berbagai isu positif seperti cara mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Caranya juga sesuai norma alias bukan dengan kampanye hitam, fitnah dan berita bohong
“Menolak segala bentuk politisasi masjid yang dapat memecah belah persatuan umat, dengan menjaga peran dan fungsi masjid sebagai tempat ibadah kepada Allah SWT, pusat gerakan dakwah, pendidikan dan kegiatan sosial keagamaan lainnya,†tegasnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat untuk mendukung gerakan mengembalikan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan, serta menyerukan kepada umat Islam untuk turut aktif menjaga dan memakmurkan masjid sebagai tempat menebar kebaikan, dan tempat penyampaian ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.
Lebih lanjut diungkapkan Ibnu, ada sekitar 1,4 juta masjid di Indonesia yang 80 persennya dibangun oleh warga Nahdiyin.