SOLO, KRJOGJA.com - Ketua Komisi Yudisial (KY) Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari mengatakan pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan secara sektotal dan sendiri sendiri. Namun untuk membangun koordinasi tidaklah mudah. Terbukti sampai sekarang KY belum bisa berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dalam setahun terakhir KY mencoba berkoordinasi dengan KPK, tapi belum berbasil," jelas Prof Aidul Fitriciada kepada wartawan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (01/11/2017). Ke depan ia berharap ada koordinasi yang baik antara KY, KPK, Ombusmans maupun PPATK dan lembaga yang lain
Sesuai UU, lanjutnya, KPK seharusnya banyak koordinasi dan supervisi. Tapi hal itu tidak dilakukan. "Setahun yang lalu kami mencoba melakukan, tapi ada kesulitan terkait batas wewenang KY dan KPK," ujarnya. Prof Aidul mengakui untuk melakukan pencegahan hakim dari tindak korupsi tidak bisa berjalan sendiri.
Pencegahan tak bisa hanya dilakukan KY. KPK sangat berperan karena punya instrumen penyadapan. Tapi ketika mendapatkan atau menemukan komunikasi hakim dengan pihak luar, hal ini seharusnya berbagi informasi dengan KY. Sebab belum tentu temuan itu mengarah tindak pidana. Kalau komunikasi bukan tindak pidana, tapi bisa menyangkut pelanggaran etik.
Menurut Prof Aidul, KY juga punya banyak instrumen untuk pencegahan pelanggaran kode etik hakim. Ada inveatigasi, penyadapan, informan dan pemantauan. Penyadapan terbatas pada aspek kode etik. Begitu diketahui ada komunimasi hakim langsung dipanggil dan dihentikan.
Disebutkan dari tahun ini ada 807 hakim yang dilaporkan dan sampai Agustus yang terbukti hampir 90 orang. Mereka ada yang diberi sanksi berat hingga pemberhentian. Ada dua yang diberhentikan, sementara di KPK juga ada dua orang. Sementara ada juga hakim yang terlibat narkoba. KY mengungkap hakim terlibat narkoba bersama kepolisian.
"Ketika ada hakim yang terlibat korupsi juga kami laporkan ke KPK. Jadi kami ingin ada koordinasi," tambah Prof Aidul.(Qom)