SUKOHARJO (KRjogja.com) - Perajin telur asin di Sukoharjo kelabakan dengan tingginya biaya produksi akibat naiknya harga garam. Bahkan beberapa diantara mereka memilih menutup usahanya untuk menghindari kerugian.
Perajin telur asin asal Desa Telukan, Kecamatan Grogol, Jaka Wibawa, Selasa (19/9) mengatakan, naiknya harga garam berdampak besar pada tingginya biaya produksi. Ditengah kondisi tersebut permintaan telur asin justru stabil. Harga jual juga tidak mengalami perusahan dan menyebabkan kerugian.
Perubahan dirasakan perajin telur asin sejak tiga bulan terakhir dimana harga garam sebelumnya hanya Rp 2.000 per kilogram naik menjadi Rp 7.000 per kilogram. Sampai sekarang harga garam belum mengalami penurunan.
“Saya sudah lama menjadi perajin telur asin sekarang memilih menutup usaha karena tingginya biaya produksi akibat naiknya harga garam. Kalau dipaksakan berproduksi justru menimbulkan kerugian besar karena harga jual tetap sama,†ujar Jaka Wibawa.
Jaka Wibawa mengaku, terpaksa memilih pilihan akhir menutup usaha dengan pertimbangan matang. Usahanya baru akan dijalankan kembali menunggu stabilnya harga garam. “Sampai kapan saya tutup produksi saya sendiri tidak tahu. Sebab harga garam sekarang masih tinggi,†lanjutnya.
Untuk berproduksi, Jaka Wibawa harus membeli telur bebek yang digembalakan di sawah oleh peternak dan bukan telur bebek hasil peternakan. Sebab kualitas telur bebek tersebut berbeda dan lebih bagus dari hasil digembalakan.
Biaya produksi yang harus dikeluarkan yakni membeli telur bebek dari peternak seharga Rp 2.000 per butir. Kebutuhan lainnya yakni garam mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp 2.000 per kilogram menjadi Rp 7.000 per kilogram, membeli sekam, abu gosok dan bahan bakar untuk memasak.Â
Telur asin tersebut kemudian setelah selesai diproduksi akan dijual ke pedagang seharga Rp 3.000 per butir. Telur asin kemudian dijual pedagang ke pembeli sebesar Rp 4.000 per butir.