secara konsisten melakukan eksplorasi estetika sinema sekaligus mengangkat aspek-aspek
sejarah Indonesia sebagai latar dari sejumlah film yang ia buat. “Setan Jawa,†“Nyai,†(2016)
dan “Guru Bangsa: Tjokroaminoto†(2015) mengambil latar periode penjajahan Belanda. “Soegija†terjadi di era peralihan pendudukan Jepang, tepat sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia.Â
Sementara itu, “Puisi Yang Tak Terkuburkan†(2000) menyorot peristiwa pembunuhan massal di tahun 1965. Selain topik sejarahnya, film ini juga tercatat sebagai film yang menggunakan kamera video Betacam untuk kemudian ditransfer ke dalam pita seluloid (35 mm), sebuah langkah yang kemudian banyak ditiru sutradara muda karena menjamin proses syuting yang lebih efisien.
Garin juga memiliki kepedulian terhadap corak budaya di berbagai era. “Daun di Atas Bantal†dan “Generasi Biru†(2009) menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia di akhir masa kekuasaan Orde Baru. “Mata Tertutup†mewakili keresahan banyak orang terhadap radikalisme agama dan perang terhadap terorisme yang menjadi topik dominan di tatanan global semenjak serangan 11 September 2001.
Tidak tanggung-tanggung, Garin juga menunjukkan dedikasinya terhadap gaya dramaturgi
seni pertunjukan tradisional di film “Nyai†(2016) di mana pengambilan gambar dilakukan
hanya sekali tanpa terputus. Sementara itu, “Setan Jawa†(2018) adalah kolaborasi medium
film dan kelompok gamelan atau orkestra yang bermain secara langsung selama pemutaran,
sebuah dedikasi lain dari Garin untuk film-film klasik seperti “Nosferatu†karya F. W. Murnau
dan “Metropolis†karya Fritz Lang.Â