Krjogja.com - Ariful Bahri, Warga Negara Indonesia (WNI) asal Riau, setiap hari mengisi kajian keislaman (mengaji -red) dalam bentuk ceramah dengan bahasa Indonesia di Masjid Nabawi.
Tanpa ada libur, Ariful konsisten memberikan materi keislaman kepada jemaah yang mayoritas merupakan orang Indonesia.
Kisahnya berawal saat ia kuliah S2 di Universitas Islam Madinah (UIM). Di tahun 2019, kampus UIM bekerjasama dengan pihak Masjid Nabawi untuk mengirim mahasiswanya yang secara keilmuan mumpuni dan lancar berbahasa Indonesia untuk memberikan kajian di Masjid yang didirikan Rasulullah itu.
Ariful mengaku tidak tahu bagaimana proses seleksinya. Ia mengaku tiba-tiba dirinya diterima untuk ngisi kajian di Nabawi. Ia tidak pernah diminta berkas apapun dan tidak ada proses seleksi lainnya.
"Cara pemilihannya kami tidak tahu. Ini karunia Allah, ya. Mungkin karena data-data kami kan sudah ada semua di UIM," kata pria yang mulai belajar di UIM sejak 2007 itu kepada wartawan MCH, Senin (06/06/2023) di Madinah.
Setelah mendapatkan informasi melalui WhatsApp bahwa namanya tercatat sebagai mahasiswa UIM yang lolos mengisi kajian di Nabawi, baru ia diminta menghubungi salah seorang Syaikh di masjid tersebut yang mengurusi bagian dakwah.
"Waktu itu saya sedang liburan di Indonesia. Setelah Idul Adha langsung ke sini. Saya interview dengan syaikh terkait bahasa Arab, hafalan Al-Qur'an dan sebagainya," tuturnya.
Pria lulusan doktor bidang syari'ah itu mengisi kajian di pintu (gate) 19, tidak jauh dari pintu utama masjid Nabawi. Di luar musim haji kajiannya fokus dua hal, yaitu keutaman-keutamaan kota Madinah dan sejarahnya. Sedangkan saat musim haji kajiannya fokus seputar manasik haji.
"Seputar keutamaan-keutamaan Madinah dan sejarahnya. Saat musim haji seperti sekarang fokus soal mansik haji," kata Ariful.
Pantauan di lapangan, pada musim haji kajian yang digelar setiap setelah salat Maghrib itu dihadiri seribuan jemaah yang mayoritas merupakan jemaah haji Indonesia. Ariful juga senang melihat jemaah Indonesia di masjid tidak hanya duduk-duduk saja.
"Ngaji Al-Qur'an mungkin penat atau belum bisa, jadi supaya tidak duduk-duduk begitu saja mereka ikut kajian," tuturnya.
Selain dari jemaah Indonesia, kajiannya juga dihadiri oleh jemaah-jemaah dari negara lain, seperti Malasyia, Filipina, Brunai Darussalam, dan negara tetangga Indonesia lainnya.
Kepada jemaah Indonesia, khususnya yang mengikuti kajiannya, Ariful meminta untuk manfaatkan waktu di Madinah untuk belajar agama, selain tentu untuk beribadah. "Ada banyak manfaatnya bagi siapapun, agar kita nambah cinta sama Nabi, insya Allah," katanya lagi.
Soal metode dan cara pandang yang digunakan saat mengisi kajian, pria lulusan pesantren di Riau itu mengaku semua mazhab empat dalam Islam tidak jauh berbeda, tergantung bagaimana dirinya menyampaikan kepada para jemaah.