Saat di kelas tiga aku masih menganggap wajar kelakuannya yang sering berkelahi, jarang mengerjakan pekerjaan rumah (PR), bahkan mungkin sering berkata tidak sopan.Â
Nasehat mungkin sudah sering dia dapatkan dari guru, wali kelas ataupun teman sebaya. Apakah itu bermakna? Aku tidak tahu. Karena saat itu aku belum menganggap itu sesuatu yang sangat perlu untuk dipersoalkan. Â
Saat itu dia sudah kelas empat. Aku bertemu lagi dengan dia. Ya, dia yang saat kelas tiga memiliki banyak catatan di buku bimbingan dan penyuluhan milik (BP) bu guru.Â
Di kelas empat ini aku melihat belum ada perubahan dengan sikapnya, seiring usianya dan tingkat kelas yang dijalaninya hingga beberapa kali aku harus menegurnya. Karena masih saja tidak mengerjakan PR, masih saja berkelahi, juga masih saja berkata tidak sopan.Â
Hari ini aku mengajar di kelasnya. Hari ini mungkin kesabaranku teruji. Saat jam terakhir bel berbunyi, dia belum juga selesai menyalin catatan yang aku tulis di papan tulis. Belum juga menyelesaikan latihan soal yang aku berikan. Saat itu jam menunjukkan pukul 12.15 WIB. Â
Saat semua anak kelas empat aku izinkan pulang, aku memintanya untuk menyelesaikannya. Dan sebagai konsekuensinya, aku tetap menunggunya.
Hingga saat itu jam menunjukkan pukul 12.30 dia belum juga menyelesaikan tugasnya. Sementara itu saat aku memalingkan wajahku keluar, tampak seseorang melambaikan tangan dari luar jendela kelas dengan wajah sedikit masam.Â