Ketika Mahasiswa Merasa Kehilangan Gelanggang: Suara-suara dari Balik GIK UGM

Photo Author
- Jumat, 11 Juli 2025 | 16:22 WIB
Dari kiri, bangunan GIK UGM sekarang dan Gelanggang Mahasiswa UGM sebelum dirobohkan. (Foto: Website UGM dan UKM UGM)
Dari kiri, bangunan GIK UGM sekarang dan Gelanggang Mahasiswa UGM sebelum dirobohkan. (Foto: Website UGM dan UKM UGM)

"Sebenarnya, sangat amat belum. Karena hanya bisa digunakan untuk kegiatan rapat-rapat ruangan. Pun misal kita mau latihan menari, tidak ada kacanya. Misal, mau latihan musik, kita pun harus angkat-angkat alat musik sendiri karena tidak ada studionya. Acara pun hanya bisa di joglo, ruangan terbuka gitu. Menurut kami, ya itu kurang banget, sih."

Baca Juga: Mau Konsisten Journaling? Ini Tips yang Perlu Disiapkan

Kini, UKM hanya menganggap GIK sebagai bagian dari ruangan kampus biasa yang seharusnya mereka nikmati. Berbeda dengan Gelanggang Mahasiswa yang dulu dapat membawa semangat dan dinamika bagi UKM. Pada dasarnya, Gelanggang Mahasiswa memang telah roboh dan yang tersisa darinya hanyalah semangat atau yang biasa disebut dengan 'Spirit Gelanggang'.

Tuntutan Penebusan Dosa GIK UGM

Layaknya sisa-sisa bara api setelah api unggun berakhir, sisa-sisa semangat 'Spirit Gelanggang' terus menyuarakan keresahan dan menuntut penebusan dosa atas diruntuhkannya gedung Gelanggang Mahasiswa. Tempat yang sangat bernilai historis dan memiliki nilai-nilai kolektivitas bagi kegiatan mahasiswa digantikan begitu saja dengan gedung kapitalis. UKM terus berusaha untuk mendapatkan penebusan dosa, tuntutan penebusan dosa tersebut ditujukan kepada GIK UGM dan pihak-pihak yang terlibat dalam diruntuhkannya bangunan Gelanggang Mahasiswa. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain;

Pertama, menuntut agar GIK UGM mengembalikan hak mahasiswa untuk menyediakan ruangan berkumpul layaknya Gelanggang Mahasiswa dulu. Ruangan berkumpul ini haruslah bersifat gratis, mudah diakses, dan diberikan kebebasan untuk memilih ruangan. GIK memiliki banyak ruangan yang seharusnya dapat diakses oleh mahasiswa dengan mudah, bukan harus membeli makanan dari tenant untuk menikmati fasilitas GIK. Hak untuk menikmati fasilitas kampus adalah hak dasar mahasiswa yang harus dipenuhi universitas. Oleh karenanya, FORKOM UGM berharap agar ruangan di GIK dapat dimanfaatkan secara maksimal baik oleh UKM maupun mahasiswa secara keseluruhan.

Kedua, transparansi informasi, komunikasi, dan regulasi. GIK UGM diharapkan dapat berkomunikasi dengan baik dengan mahasiswa terkait peminjaman ruangan. Hal ini karena SOP yang harus dipenuhi oleh mahasiswa terkadang sulit untuk diakses atau sulit untuk dipenuhi. Banyak pula mahasiswa yang kesulitan untuk mencari informasi terkait peminjaman ruangan. Dalam hal ini, GIK UGM harus memberikan sosialisasi dan transparansi informasi yang jelas bagi mahasiswa.

Ketiga, melibatkan mahasiswa dalam segala hal yang ada di GIK. Hal ini bertujuan agar mahasiswa turut menjadi pengelola dan stakeholder dalam GIK. FORKOM UGM pun berharap agar dilibatkan dalam pembuatan keputusan, peraturan, dan SOP untuk mahasiswa. FORKOM UGM ingin mahasiswa dilibatkan dan dipandang memiliki hak terhadap GIK, bukan hanya sebagai konsumen dan segmentasi pasar dari GIK.

"Fiksasi SOP keputusan yang diambil dari GIK, lain-lain itu tadi berhubungan erat juga dengan ya apa ya pembayaran hutang dosa mereka lagi dimana ya dulu kita punya kita punya hak di sana," Ujar Mas Kobe saat menyinggung penebusan dosa GIK.

Tiga tuntutan penebusan dosa terhadap GIK tersebut pada dasarnya adalah keinginan mahasiswa akan ruangan yang mudah diakses dan juga keterlibatan dalam pengelolaan GIK. Tuntutan ini pun diajukan mengingat dahulu Gelanggang Mahasiswa mampu menyediakan ruangan yang mudah diakses oleh mahasiswa dan melibatkan mahasiswa dalam pengelolannya. Gelanggang Mahasiswa dirobohkan dan hak mahasiswa dirampas begitu saja, tentunya tuntutan tersebut merupakan hak dari mahasiswa. GIK dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan GIK pun harus bertanggungjawab penuh dengan menjawab tuntutan tersebut.

Spirit Gelanggang Tak Lekang Waktu

Gelanggang Mahasiwa boleh dirobohkan, tetapi spirit dan jiwa-jiwa kegelanggangan yang sarat akan semangat kolektivisme mahasiswa harus terus dilanjutkan. Sebuah gedung yang penuh dengan nilai historis telah terkubur bersama tanah, digantikan dengan jejak-jejak industrialisasi dan kapitalisme. Diruntuhkannya bangunan Gelanggang Mahasiswa bukan sekadar relokasi biasa, melainkan sebuah dekonstruksi nilai-nilai kolektivitas, perjuangan, dan aktivisme mahasiswa. Mahasiswa tidak boleh kehilangan nilai-nilai tersebut hingga berujung menjadi pribadi yang individualis dan menjadi budak industri. Kenyataan dibalik ingar bingar dan megahnya gedung GIK harus terus diceritakan guna mengembalikan apa yang telah dirampas begitu saja. Tuntutan-tuntutan penebusan dosa harus segera terlaksana guna mengembalikan hak mahasiswa. (*)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Primaswolo Sudjono

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X