Krjogja.com, MAGELANG - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat banyak partai politik peserta pemilu di beberapa daerah pemilihan (Dapil) DPR RI masih kurang keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana amanat dari pasal 243 dan 245 UU 07 tahun 2017.
Koordinator Nasional JPPR Dian Paramitha mengatakan hasil pemantauan di 84 dapil DPR RI dari 18 partai politik tercatat hanya PKB yang memenuhi keterwakilan perempuan yakni sebesar 31 persen.
"Partai-partai PSI, Perindo, Ummat, Garuda, PKS, Buruh, keterwakilan perempuan di DCS masih di bawah 10 persen," kata Dian Paramitha, dalam siaran pers yang diterima KRjogja.com, Senin (28/8/2023).
Baca Juga: 8 Kecamatan Temanggung Alami Krisis Air Bersih
Dia mengatakan untuk partai Gerindra sebesar 23 persen, PDIP (24%), Golkar (22%), Nasdem (17%), Gelora (18%), PKN (19%), Hanura (14%), PAN (18%), PBB (15%), Demokrat (18%), dan PPP (15%).
Dikemukakan dalam konteks keterwakilan perempuan, JPPR telah memastikan bahwa keterwakilan perempuan 30% di masing-masing dapil terpenuhi yang secara teknis berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf a Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023.
Disampaikan dalam konteks komitmen parpol peserta Pemilu mengenai keterwakilan perempuan dapat juga dilihat dari penempatan nomor Caleg perempuan di masing-masing Dapil. Misal pada Pemilu 2019 kebanyakan Caleg yang terpilih adalah mereka yang mendapatkan nomor urut pertama.
Baca Juga: Kawasan Wisata Religi di Boyolali Akan Segera Terwujud
Dia mengatakan berdasar pemantauan JPPR perihal partai yang menempatkan perempuan di nomor urut pertama di setiap Dapil tertinggi adalah partai Demokrat di 26 dapil, sedangkan terendah Hanura dengan 3 dapil.
Sementara PKB menempatkan caleg perempuan di nomor urut pertama di 17 dapil, Gerindra (19), PDIP (19), Golkar (16), Nasdem (18), Buruh (6), Gelora (8), PKS (12), PKN (16), Garuda (18), PAN (16), PSI (15), Perindo (16), PPP (20) dan Ummat (13).
Dikatakan dalam konteks bakal calon yang mencalonkan di dapil lain yang bukan tempat domisili calon pada dasarnya tidak ada larangan berdasarkan aturan teknis pencalonan.
Baca Juga: Genjot Jumlah Investor Dalam Negeri Pasar Modal di DIY
Namun terangnya pemantauan JPPR terhadap hal tersebut dilakukan untuk menguatkan demokrasi prosedural yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Karena bagi JPPR, pencalonan tersebut dapat menandakan beberapa hal, diantaranya caleg yang mencalonkan di wilayah bukan tempat tinggalnya berpotensi besar tidak memahami persoalan masyarakat lokal dan kondisi wilayah yang akan berdampak pada kinerja caleg di kemudian hari.