KRJogja.com - YOGYA - Yogyakarta dikenal sebagai gudangnya orang kreatif. Baik musik, sastra, film, teater, seni rupa, dan lain-lain bejibun jumlahnya. Itu sebab Ketika ada komunitas yang menggabungkan seni lintas genre, banyak orang menjadi ternganga. Bagaimana tidak? Menamakan diri Komunitas Tali Tasbih mereka menggabungkan sholawat dengan musik metal.
Hasil kolaborasi ini dirilis dalam bentuk 'Harmonisasi Shalawat Asghil', pada Minggu (20/10/2024) di kawasan cagar budaya Tamansari, Jalan. S. Parman No.34 A Tamansari Yogyakarta. "Biar semua kalangan bisa bersholawat," kata penggerak komunitas Tali Tasbih dr Resita Alisjahbana pada awak media.
Resita, yang terinspirasi oleh ayahnya yang juga seorang seniman, mengungkapkan bahwa komunitas ini lahir dari keinginan untuk menghidupkan kembali semangat seni di Yogyakarta.
"Saya bukan seorang seniman, tapi saya ingin menjadi tali penghubung bagi teman-teman lintas seni. Di sini, mereka bisa saling berbagi ide, berkolaborasi, dan menciptakan karya-karya yang luar biasa,” ujarnya.
Diakui dokter spesialis saraf ini, bukan perkara mudah menggabungkan pemain rebana dengan musik metal. Dia bercerita saat, rekaman meski mimilih musik trash metal, yang dianggap paling soft di antara aliran musik metal lain, masih membuat para pemain rebana kaget. "Karena belum biasa, langsung main gedebak-gedebuk," ungkapnya mengisahkan momen saat perekaman lagu.
Menurut Resita Alisyahbana dan Dewo PLO, motor penggerak Tali Tasbih, komunitas seni ini didirikan guna memberi ruang kreatif bagi para seniman dan sanggar-sanggar seni di Indonesia.
Khususnya bagi individu maupun kelompok seni di Yogyakarta, yang berupaya secara kreatif dan konsisten untuk mengolah, menggubah atau menciptakan karya-karya seni yang bernafaskan nilai-nilai keagamaan Islam.
Baik itu karya seni yang didasarkan pada budaya tradisi maupun modern, lokal maupun global, klasik maupun kontemporer.
Menurut kedua motor penggerak Tali Tasbih itu, hubungan timbal-balik antara kebudayaan dan kesenian, antara realita dan estetika, selalu menuntut adanya proses kreatif yang searah dengan perubahan zaman.
Bentuk-bentuk ekspresi di bidang seni pertunjukan, musik, sastra, rupa, tari dan lain sebagainya, tidak sepantasnya hanya sekadar dijadikan bahan tontonan seperti “keindahan sayap kupu-kupu” yang diawetkan dalam kotak etalase.
"Kesenian mesti bergerak dan berperan aktif di tengah kehidupan zaman sesuai fungsi utamanya, sebagai media ekspresi untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dalam ruang individual maupun sosial, dalam wilayah kebudayaan maupun keagamaan," kata Dewo PLO.
Apapun bentuknya, keberadaan seni mengandung keniscayaan untuk dimanifestasi sebagai sarana kebersamaan dalam upaya meneguhkan identitas diri dan budaya para pelakunya.
Setidaknya dapat memberi acuan kesadaran bagi masyarakat agar tidak terjemus ke dalam penghambaan dan pemujaan terhadap bentuk-bentuk seni yang dengan sengaja menyingkirkan nilai-nilai keagamaan dari dalam jiwa keindahan.
Salah satu bentuk ekspresi seni tradisi yang berkembang di Yogyakarta ialah seni sholawat. Dari segi bahasa, shalawat berarti doa untuk menggapai kebaikan, keberkahan dan kemuliaan.
Dalam konteks keagamaan, shalawat merupakan bentuk pujian, pengakuan dan peneguhan iman kepada Allah dan keagungan Muhammad Rasulullah. Dalam konteks kultural, shalawat merupakan wahana spiritual untuk senantiasa berguru pada kemuliaan Nabi dan para wali.