Berikutnya, ada Panggung Pembukaan (2 Agustus, 19.00 WIB). Sebuah pertunjukan lintas genre yang menghadirkan Melankolia, Iksan Skuter, dan berbagai musisi-sastrawan.
“Sedangkan pada malam penutupan festival akan ada penampilan Dewi Lestari bersama seniman-seniman kreatif dari berbagai disiplin pada 4 Agustus, 19.00 WIB,” tandas Fairuz.
Sejak pertama kali digelar pada 2021, FSY telah konsisten mengangkat tema yang merepresentasikan zaman dan dinamika kebudayaan, mulai dari Musikal Hanacaraka (2021), Mulih (2022), Sila (2023), Siyaga (2024), dan kini Rampak (2025). Festival ini kini telah menjelma menjadi ruang penting bagi regenerasi sastrawan dan perluasan jaringan literasi.
Menurut Fairuz, FSY adalah ruang merdeka bagi siapa saja yang mencintai kata dan makna. “Yogyakarta itu kota yang tidak pernah kehilangan gairah literasi,” tuturnya.
Tak hanya inklusif, FSY 2025 juga dirancang sebagai festival ramah lingkungan dan sehat secara ritme kerja. Seluruh tim dan komunitas diajak untuk menjaga keseimbangan antara kreativitas dan kesehatan, tanpa ekses dan eksklusivitas.
“FSY bukan festival instan. Ini festival bernapas panjang. Kami tidak mengejar gegap gempita, tapi keberlanjutan dan dampak,” tegas Fairuz.
Dengan partisipasi ribuan insan literasi dan puluhan komunitas, FSY 2025 sekali lagi menegaskan posisi Yogyakarta sebagai “kota sastra” yang bukan hanya kuat di akar sejarah, tetapi juga tangguh dalam inovasi.
Baca Juga: Kontes Domba Seni Diikuti 400 Peserta se Jawa
Bagi kamu yang ingin merasakan denyut sastra langsung dari jantung Yogyakarta, jangan lewatkan Festival Sastra Yogyakarta 2025. Semua elemen literasi hadir dari lembar puisi hingga panggung musik dalam satu nafas: Rampak. (Dhi)