Krjogja.com - YOGYA - Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, ARTJOG 2025 resmi ditutup pada Sabtu, 31 Agustus 2025, di Jogja National Museum. Direktur ARTJOG, Heri Pemad, menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah terlibat sehingga pameran tahun ini dapat berjalan dengan lancar dan sukses.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, malam penutupan kali ini dikemas dengan nuansa kebersamaan, kepedulian, sekaligus keprihatinan atas berbagai peristiwa yang terjadi belakangan. Seluruh tamu hadir mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka.
Baca Juga: PWI DIY Siap Dampingi Wartawan Korban Kekerasan saat Liputan Aksi Unjuk Rasa
“Melihat situasi negara kita yang sedang berduka, dan sebagai bentuk empati kepada kawan-kawan yang masih berjuang menyuarakan keadilan serta kebaikan untuk bangsa, malam ini kita akan melakukan doa bersama untuk kebaikan negeri,” tutur Heri.
Sementara itu, Hendro Wiyanto, kurator trilogi pameran ARTJOG dengan tema Motif yang meliputi Lamaran, Ramalan, dan Amalan, menandai tahun ini sebagai akhir dari kiprahnya di ARTJOG 2025. Dalam kuratorial Motif Amalan, Hendro menyoroti praktik politik yang dinilainya semakin jauh dari semangat kemerdekaan.
“Motif Amalan sesungguhnya membayangi kebobrokan cara kita mengamalkan politik: kemerdekaan tidak lagi menjadi tanggung jawab, melainkan hanya mewujud sebagai motif-motif kekuasaan. Kekuasaan itu terus mencederai rakyat, mengabaikan hak warga, menguasai sumber kehidupan, dan menguras kekayaan alam serta bumi kita,” ujarnya.
Baca Juga: Penyidikan Kasus Kuota Haji, Yaqut Penuhi Panggilan KPK
Malam penutupan juga dimeriahkan oleh penampilan musisi sekaligus seniman Farid Stevy Asta (vokalis FSTVLST), yang membawakan karya bertajuk Hal-hal Ini Terjadi (Versi ARTJOG 2025). Liriknya menyampaikan kritik pedas terhadap pemerintah, salah satunya berbunyi:
“Di masa kau terlahir, manusia di negara ini hanya dianggap sebagai dua hal saja. Saat Maret datang, sebagai wajib pajak; dan setiap lima tahun sekali, sebagai objek rebutan suara. Pemilu memanggil rakyat untuk bergembira, tapi sesungguhnya bukan rakyat yang bergembira, hanya segelintir saja, berjoget nir-empati di antara sidang paripurna, menolol-nololkan rakyat yang diwakilinya. Kau terlahir di masa maha tolol.”
Sebagai penutup, kolektif DJ Prontaxan, yang digawangi Yahya Dwi Kurniawan dan Uji “Hahan” Handoko sejak 2018—membawakan sejumlah nomor seperti Mati Muda, Mosi Tidak Percaya, Sambutlah, Hio, dan beberapa lagu lainnya.
Malam penutupan ARTJOG 2025 pun berlangsung penuh makna: sebuah refleksi, kritik, sekaligus doa untuk kebaikan negeri. (KN)