KRJogja.com - BANTUL - Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) kembali menghadirkan Dialog Lensa, sebuah platform pertunjukan multimedia berbasis fotografi, yang kini memasuki edisi kelima.
Digelar mulai 12 hingga 19 Juli 2025, Dialog Lensa #5 menyuguhkan karya instalasi dan pertunjukan lintas disiplin yang menggali sejarah melalui lanskap dan ingatan kolektif.
Baca Juga: Produksi Beras Ditargetkan 33,8 Juta Ton pada 2026
Mengusung tema "Membaca Sejarah Melalui Ingatan yang Diukir Air", program ini menampilkan dua karya utama: pameran instalasi multimedia Yang Timbul dan Tenggelam Serta Ingatan yang Terukir pada Air karya Arif Furqan, serta pertunjukan Kami Tidak Diundang Sejarah, Maka Kami Berakar di Tanah hasil kolaborasi Furqan dengan kelompok seni pertunjukan the Freakshow.
Karya Furqan yang ditampilkan dalam bentuk instalasi kain berlapis dan proyeksi audiovisual berdurasi 13 menit ini merupakan hasil riset sejak 2024. Terinspirasi dari kisah pembangunan Bendungan Gajah Mungkur di Wonogiri pada era 1970-an hingga 1980-an, karya ini menggali memori kolektif dari 51 desa yang ditenggelamkan serta lebih dari 65.000 warga yang direlokasi demi pembangunan bendungan multifungsi tersebut.
"Proyek ini mengingatkan saya pada cerita ibu saya tentang relokasi warga saat bendungan mulai dibangun, ketika warga setempat harus rela untuk direlokasi atau transmigrasi ke tempat yang baru, demi proyek pembangunan pemerintah, dimana bendungan ini digadang –gadang untuk irigasi pertanian dan lainnya," ungkap Arif Furqan.
Perubahan lanskap yang terjadi dari waktu ke waktu membuat jejak-jejak peradaban yang dulu tenggelam kini kembali muncul ke permukaan saat musim kemarau. Pergiliran antara air surut dan pasang menjadi metafora akan ingatan yang muncul dan menghilang, serta ketegangan antara melupakan dan mengingat.
Instalasi ini terbuka untuk umum setiap pukul 14.00–20.00 WIB (kecuali Minggu), dan menghadirkan pengalaman reflektif mengenai identitas, daya hidup, dan perlawanan terhadap narasi tunggal pembangunan.
Melengkapi pameran tersebut, the Freakshow dan Arif Furqan menghadirkan pertunjukan berjudul Kami Tidak Diundang Sejarah, Maka Kami Berakar di Tanah. Menggabungkan performance, instalasi multimedia, dan tur pertunjukan selama sekitar 65 menit, karya ini menjadikan tubuh sebagai medium arsip yang bukan hanya menyimpan, tetapi juga membusuk dan bertunas.
Lewat performans ini, para seniman mempertanyakan siapa yang diundang dan siapa yang dilupakan oleh sejarah. “Ini bukan tentang nostalgia, tapi tentang menumbuhkan diri di sela-sela ingatan yang dipinggirkan,” ungkap tim the Freakshow.
Pertunjukan ini menjadi pernyataan politis dan artistik atas tubuh-tubuh yang tak tercatat dalam wacana dominan, namun tetap tumbuh, menjalar, dan hadir sebagai bagian dari lanskap sosial budaya yang terus bergerak. (KN)