Ia menambahkan, kondisi jalan berperan besar terhadap tingkat keselamatan berkendara, termasuk ketersediaan rambu, penerangan, dan fasilitas pengendali lalu lintas. Di sisi lain, regulasi—baik di tingkat pusat maupun daerah—menjadi acuan penting dalam menentukan standar keselamatan.
Menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa, Diana, mengenai penentuan batas kecepatan jalan, Eddy menjelaskan bahwa penentuannya dapat bergantung pada desain jalan. Ia mencontohkan hasil investigasi KNKT di Jalan Palagan, yang tergolong jalan kolektor primer. Pada jenis jalan ini, menurutnya, rambu batas kecepatan seharusnya tersedia setiap 500 meter, dan tidak diperbolehkan adanya kendaraan parkir di tepi jalan.
Baca Juga: Defisit APBN Hingga 30 September 2025 Mencapai Rp 371,5 Triliun
“Ketika rambu tidak tersedia atau tidak sesuai dengan ketentuan, kecepatan di jalan kolektor primer bisa mencapai 60 sampai 80 kilometer per jam,” ujarnya.
Dalam sidang, tim kuasa hukum terdakwa juga menampilkan hasil peninjauan lapangan yang menunjukkan adanya sejumlah rambu lalu lintas yang dipasang tidak sesuai aturan, bahkan sebagian tidak dipasang oleh otoritas berwenang. Keberadaan lampu mercury juga bisa mengganggu konsentrasi pengguna jalan
Eddy menegaskan, setiap rambu resmi seharusnya memiliki tanda atau logo lembaga berwenang, seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Keberadaan logo tersebut penting untuk memastikan bahwa pemasangan rambu dilakukan sesuai ketentuan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.