SOLO, KRJOGJA.com - Dari tiga kandidat Mangkunegoro X yakni GPH Paundrakarna Jiwa Suryanegara, GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo dan cucu Raja Mangkunegara VIII yakni KRMH H Roy Rahajasa Yamin. Yang terakhir yakni KRMH H Roy Rahajasa Yamin dinilai memiliki kelebihan nilai positif dibanding kandidat lain.
Pengamat Sejarah, Raden Surojo dan KRTH Hartono Wicitrokusumo, Ketua Yayasan Tridarmo Mangkunegaran kepada wartawan secara terpisah Minggu (28/11/2021) mengatakan sebagai pimpinan adat budaya sekaligus panutan bagi segenap kerabat Mangkunegaran yang didirikan melalui peperangan panjang Pangeran Sambernyowo didukung Punggawa Baku Kawan Doso melawan penjajah.
"Figur Mangkunegoro X haruslah yang terbaik. Berwibawa, bisa ngayomi kawula, punya kemampuan manajerial dan itu nampaknya hanya pada Kanjeng Roy Rahajasa," papar Pengamat Sejarah, Raden Surojo dan KRTH Hartono Wicitrokusumo.
Raden Surojo dan KRTH Hartono Wicitrokusumo, Ketua Yayasan Tridarmo Mangkunegaran kepada wartawan secara terpisah Minggu (28/11/2021) mengatakan sesuai sejarah Mataram Islam yang melahirkann konsep catur sagotra (Kraton Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Paku Alam dan Pura Mangkunegaran-red).
"Ingkang jumeneng nata atau raja juga secara moral oleh Wali Sanga diberi gelar Sayidin Panata Gama atau raja pemimpin negara juga menata agama. Ini sejarah jangan diingkari,"ujar Ir Hartono.
Sementara Raden Surojo dan Hartono menyatakan raja yang jumeneng juga memiliki nilai positip kalau didampingi istri yang selalu memberi suport kepada suaminya yang tengah berada dalam pusaran kekuasaan baik fisik maupun spiritual.
"Peran istri atau nanti prameswari sangat penting dalam sejarah kerajaan di Jawa," ujar Surojo dan Hartono.
Diakui Hartono , KRMH Roy juga punya nilai minus karena tidak bergelar Gusti Pangeran Haryo (GPH).
“Tapi kapasitas beliau sebagai pemimpin sudah diakui. Apalagi kini yang dibutuhkan adalah manajerial agar membuat Mangkunegaran bangkit secara ekonomi. Yang kini justru dipertanyakan pilih substansi kompetensi bisa mengatasi permasalahan atau sekadar gelar bangsawan yang menyatakan anak raja namun ya berhenti di atas kertas itu," papar Hartono dan Surojo.
Kanjeng Roy, menurut Surojo bak berperan seperti pendahulunya KGPAA Mangkunegoro VI (bertahta 1896). Mangkunegoro VI adalah anak Mangkunegoro IVÂ jadi bukan putra Adipati yang berkuasa sebelumnya. Pasalnya selain jiwa militer, tetapi dikenal sosok yang sangat mumpuni secara manjerial dan pebisnis hebat kala itu.
Seperti Mangkunegoro VI, orangnya tegas punya prinsip. Mangkunegoro VI tegas berani memotong pengeluaran kerabat Mangkunegaran yang tidak ada hubungan dengan perusahaan pabrik gula baik Colomadu dan Tasikmadu. "Ketegasan memiliki prinsip itu kalau dipadankan dalam keyakinan Jawa, orang yang kuat mampu menerima wahyu keprabon," tutur Surojo.
Suksesi di Mangkunegaran lanjut Surojo sangat rasional. Mangkunegoro II juga bukan putra Raja Mangkunegoro I namun sesuai dengan kebutuhan saat itu. Mangkunegoro VI dilantik menduduki jabatan tatkala pada masa akhir pemerintahan Mangkunegoro V, Puro Mangkunegaran tengah dilanda krisis ekonomi.
"Saat itu Raja Mangkunegoro VI berhasil mengatasi krisis bahkan merintis industri sangat maju, seorang kepala pemerintahan dan enterprenuer hebat," pungkas Surojo.