Mengenal Risma, Mengenal Ketulusan Pemimpin Melayani

Photo Author
- Jumat, 20 November 2020 | 09:42 WIB
Rismaharini bersama ketum PP Aisyiyah (Fadmi)
Rismaharini bersama ketum PP Aisyiyah (Fadmi)

SIANG hujan deras. Suasana di Puncak Menara At-Tauhid Universitas Muhammadiyah Surabaya agak meredup. Adalah biasa, usai istirahat dan makan siang, suasana Sidang Tanwir Aisyiyah tidaklah ‘selantang’ pagi harinya. Apalagi sidang tersebut sekadar mengganti narasumber yang ditunggu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini.

“Ibu Risma sudah dalam perjalanan kemari dan segera akan memasuki ruangan,” suara MC terdengar tiba-tiba, di tengah sidang.

Pengumuman yang menggoda. Peserta pun sudah siap. Ditunggu 10 menit, 15 menit tak kunjung masuk ruangan. Dan tiba-tiba, 30 menit kemudian masuk seorang perempuan tanpa kawalan dengan menyapa Assalamualaikum……. Pimpinan sidang kaget dan kemudian mengucapkan selamat datang kepada Walikota Surabaya Tri Rismaharini.

Sidang terhenti. Pimpinan siding pun langsung meminta Walikota Surabaya yang sudah dinanti-nanti itu untuk tampil ke mimbar dengan didampingi Ketua PP Aisyiyah Siti Noordjanah. Dengan sejumput pengantar dari Noordjanah, Risma langsung bicara.

“Sebelumnya saya memohon maaf karena terlambat. Saya sudah berangkat awal namun di jalan hujan dan banyak daerah tergenang banjir. Saya tidak mungkin diam melewati kawasan dimana warga saya kebanjiran. Karena itu saya harus memberikan pengertian, pemahaman dan berkoordinasi dengan jajaran saya sehingga terlambat sampai di sini. Saya juga minta maaf, meski bicara di sini HT akan tetap hidup karena ini untuk monitoring meski suasana sudah lebih baik. Dan saya meminta maaf datang kesini menghadiri Sidang Tanwir Aisiyyah dengan mengenakan sepatu boots plastik. Dari lapangan dan siap segera ke lapangan lagi.”

Kalimat yang diucapkan Januari 2018 itu mengundang senyum dan membuat banyak mata terbelalak. Mereka pun kemudian melihat bagian kaki Tri Rismaharini yang siang itu mengenakan blus panjang bermotif daun berwarna coklat tanah muda, senada dengan kerudung dan celana panjangnya.

***

TRI RISMAHARINI, dalam catatan sejarah memang bukan perempuan walikota pertama di Indonesia. Sebelumnya ada Salawati Daud (Makassar, 1949), Agustine Magdalene Waworuntu (Mandado, 1949). Namun Risma adalah perempuan pertama yang terpilih sebagai walikota dengan pemilihan langsung di era reformasi.

Kehadirannya selalu terasa fenomenal. Di awal memimpin Surabaya tahun 2010, ia bahkan ‘lebih sering mempertontonkan tangisan’ ketika memimpin Surabaya. Seolah Risma ingin meneguhkan stigma, perempuan itu identik dengan airmata, termasuk ketika berada di zona publik sebagai pemimpin rakyat.

Realita yang waktu itu menghadirkan kritik dan membuat lelaki dengan mudah menuduh bila sejatinya perempuan kelahiran Kediri 20 November 1961 ini tidak mampu menjadi pemimpin, menjadi walikota. Apalagi Walikota Surabaya. “Stigma bila perempuan itu lemah, cengeng memang kuat mencengkeram. Dan jangan lupa, Risma adalah produk dari konstruksi jender yang menjadikan perempuan itu cengeng. Jadi, sejatinya tidak masalah, wajar saja. Semua itu berproses,” ungkap Komisioner Komnas Perempuan 2014-2019 Dr Budi Wahyuni.

Proses pun berlangsung cepat. Agaknya Risma juga mendengarkan suara-suara miring tersebut. Yang muncul kemudian adalah gaya kepemimpinan dan terkesan strong. Risma pun diidentikkan sebagai pemimpin yang keras, emosional dan suka marah-marah. Sebagaimana video yang viral ketika Rismaharini marah-marah soal pengurusan KTP, marah-marah soal taman Bungkul dan lainnya. Seakan ada citra buruk yang hendak disampaikan pada masyarakat

***

Tidak mudah menyibak diskriminasi perempuan laki-laki, sekalipun ia seorang pemimpin. Namun budaya yang sudah mandarah mendaging justru membuat alumnus Aristektur ITS seakan matak aji, untuk menegakkan langkah. Ketika akan menutup kawasan prostitusi terbesar Asia Tenggara, Dolly yang dipaparkan sore itu kepada para Pimpinan Wilayah Aisyiyah se-Indonesia mengundang air mata. Bagaimana tidak?

Sebelum berangkat telah berpamitan pada keluarga, apakah akan pulang atau tidak. Pasalnya, tidak sekadar perputaran uang di kawasan ini tidak sedikit dan banyak oknum memanfaatkan kawasan ini. Namun juga banyak kepentingan di situ.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ulil Albab M.Ikom: Presenter Harus Percaya Diri

Minggu, 2 November 2025 | 19:45 WIB
X