KRjogja.com - DI TENGAH riuh dunia akademik yang kerap dipenuhi teori kaku dan ruang kelas yang formal, sosok satu ini hadir sebagai pengecualian. Ada sesuatu yang berbeda dari sosok pria berambut putih yang akrab disapa “Bang Potan” ini.
Nama lengkapnya adalah, Warhi Pandapotan Rambe. Bang Potan merupakan gambaran nyata bahwa usia tak pernah menjadi penghalang untuk tetap menyala. Dengan rambut putih yang telah sepenuhnya merekah dan tawa renyah yang selalu mendahului langkahnya, ia adalah perpaduan unik antara pengalaman panjang, jiwa muda, dan kerendahan hati yang tulus.
Bang Potan adalah dosen Ilmu Komunikasi Universitas Respati Yogyakarta, mengampu mata kuliah yang tidak hanya jarang, tetapi juga nyaris tidak ditemukan di banyak kampus lain, yaitu Komunikasi Musik. Baginya, musik adalah bahasa universal yang dapat menjelaskan komunikasi dalam bentuk paling sederhana namun paling jujur. Ia juga mengajar Etika Komunikasi, Manajemen Acara, dan berbagai bidang yang berhubungan dengan dunia kreatif.
Baca Juga: Komunikasi Strategis di era digital, Jurnalis jadi Kunci Informasi
Di tangannya, teori-teori komunikasi tidak cuma dibaca atau dihafal. Ia mengubahnya menjadi pelajaran yang nyata, menjadi ruang belajar yang hidup, mengalir, dan terhubung dengan realitas.
Sebelum menjadi akademisi, Bang Potan menghabiskan lebih dari dua dekade di industri hiburan dan penyiaran. Ia memulai langkah sebagai Road Manager, kemudian menjabat General Manager di beberapa radio besar, hingga memimpin unit hiburan dan discotheque di Surabaya.
Dunia entertainment membentuk ketajaman intuisi komunikasinya, bagaimana membaca publik, mengelola emosi massa, dan menjaga irama interaksi seperti musik.
Perjalanan itu membuatnya matang akan tetapi tidak membuatnya puas. Pada usia 42 tahun, ketika banyak orang justru mulai memperlambat langkah, Bang Potan mengambil keputusan berani yaitu kembali menjadi mahasiswa. Ia menempuh S1, S2, hingga meraih gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Sebelas Maret pada 2023.
Keberaniannya memulai kembali menjadi bukti bahwa pendidikan tidak pernah mengenal kata terlambat, dan bahwa hasrat belajar bisa menjadi tenaga yang tidak habis dimakan usia.
Baca Juga: Civitas Akademika Ilmu Komunikasi UMY Kritik Revisi UU Penyiaran
Dosen yang Tidak Pernah Menjadi Tua, padahal rambutnya sudah putih. Tak suka jika ada orang yang memanggilnya Bapak, ia lebih suka dipanggil dengan sebutan “Bang Potan”. Karena dengan begitu jiwa dan semangatnya tak akan menua. Namun, disitulah letak keunikan Bang Potan, tidak hanya terletak pada pengalaman dan gelarnya. Ia dikenal sebagai sosok yang humble, dekat dengan mahasiswa, dan sama sekali tidak menempatkan dirinya pada hierarki pengajar yang kaku. Di dalam kelas, ia bukan hanya dosen akan tetapi pendengar, pemandu, dan mentor.
Ia sering muncul dengan penampilan santai, lengkap dengan syal yang melingkar di lehernya, sebuah ciri khas yang sulit dipisahkan darinya. Menyapa mahasiswa satu per satu dan mengajak mereka berdiskusi layaknya sahabat yang sedang bertukar pikiran. Kelasnya tidak pernah membosankan. Cerita-cerita dari panggung hiburan, ruang radio, dan perjalanan kariernya yang panjang menjadi bahan belajar yang tidak ditemukan dalam buku dan teks mana pun.
Selain mengajar, Bang Potan aktif dan sering diundang sebagai pemateri etika komunikasi, motivator, hingga pembicara dalam pelatihan komunikasi di berbagai kampus dan lembaga. Baginya, mengajar bukan sekadar pekerjaan, melainkan keyakinan bahwa generasi muda perlu dibekali ilmu yang hidup, ilmu yang tumbuh dari pengalaman, bukan semata dari teks maupun teori.
Baca Juga: Dies Natalis ke-67 UPN Yogyakarta Dibuka dengan Upacara Hari Kesaktian Pancasila