INI mungkin sedikit mengerikan, tapi insiden kematian mendadak akibat gangguan irama janting yang meningkat banyak terjadi pada penderita penyakit atau gangguan jantung yang mendasari, seperti jantung koroner dan serangan jantung. Namun, takdir tersebut bisa ditunda jika mau melakukan tindakan pencegahan.
Menurut ahli jantung dari Rumah Sakit Harapan Kita, Dr dr Yoga Yuniadi, SpJP(K), kematian mendadak ini yang disebut juga sebagai aritmia pada penderita penyakit jantung dapat dicegah jika penderita, dokter yang memeriksa kondisi, serta orang-orang di sekeliling pasien sadar dan jeli tentang kondisi ini.
"Kalau penderita penyempitan pembuluh darah suka pingsan, itu gejala serius yang tidak boleh dianggap remeh. Atau nyeri dada lalu hilang saat istriahat itu, atau jantung berdebar cepat 90-100 kali per menit saat istirahat itu gejala serius yang bahkan bisa dialami anak muda di bahwa 40 tahun. Dokter jantung yang memeriksa pasien juga perlu tahu orang mana yang berisiko," ujarnya dalam konferensi media bersama Indonesia Indonesian Heart Rhythm Society (InaHRS), di Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Jika dokter telah melihat risiko kematian mendadak karena gangguan irama jantung, dokter bisa memberi alat kecil bernama ICD yang bisa memacu jantung secara otomatis dan ditanggung BPJS, kata dr Yoga. Bantuan Hidup Dasar (BHD) untuk menolong orang yang pingsan karena gangguan irama jantung juga bisa membantu menunda kematian.
Bagaimana pun, pencegahan faktor risiko gangguan irama jantung, yang sama dengan faktor risiko penyakit jantung, penting dilakukan. "Adanya diabetes, hipertensi, hiperkolesterol bisa menjadi faktor risiko kematian mendadak melalui penyakit jantung koroner. Jadi pastikan faktor tersebut dapat dikontrol," pesannya. (*)