kesehatan-seksualitas

Masyarakat Tak Perlu Khawatir, Antraks Tidak Menular dari Manusia

Jumat, 28 Juli 2023 | 08:25 WIB
Penyakit kulit yang diderita seseorang yang terserang antraks. (Foto: Istimewa/FK UNS)

Krjogja.com - GUNUNGKIDUL - Penyakit Antraks merebak di Kecamatan Semanu, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kasus ini diketahui setelah satu warga Semanu berusia 73 tahun meninggal pada (4/7/2023), lantaran mengonsumsi daging sapi yang mati karena sakit.


Kasus antraks ini sudah kesekian kalinya terjadi di Gunungkidul. Catatan DPKP DIY, penyakit yang dipicu bakteri itu pernah muncul pada Mei dan Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan Juni 2023. Kini kasus tersebut membuat banyak orang menjadi khawatir pada penyakit ini.


[crosslink_1]


Kewaspadaan wajib ditingkatkan meski demikian tidak membuat kepanikan. Adapun potensi kasus penularan antraks dari hewan ke manusia cukup tinggi, namun pakar memastikan hingga saat ini tidak terbukti ada penularan antraks dari manusia ke manusia.


"Penularan antar manusia terbukti tidak ada hingga saat ini. Jadi jika ada anggota keluarga yang terkena antraks jangan khawatir tertular karena penularan antraks hanya ada antara hewan dengan manusia bukan manusia ke manusia, tidak seperti kasus Covid-19," ujar pakar sekaligus peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. dr. Dhani redhono harioputro SpPD K-PTI FINASIM.


Ketua Tim Pengendalian dan Pencegahan Antraks Jawa Tengah dan RS dr. Moewardi, Surakarta ini menuturkan Antraks merupakan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang hewan herbivora atau pemakan rumput. Jika hewan tersebut sakit dan terinfeksi antraks maka dapat ditularkan ke manusia yang kontak langsung dengan hewan saat hidup atau mengkonsumsi daging hewan yang kurang matang, yang dapat menyebabkan pasien meninggal dunia.


Antraks disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Bacillus anthracis, yang dapat menular ke manusia dalam 3 bentuk, yaitu antraks yang menyerang kulit (Cutaneous anthrax), saluran pernafasan (Inhalation anthrax) dan saluran cerna (Gastrointestinal anthrax) .


Antraks yang menyerang kulit biasa nya diawali dengan gatal di kulit, kemudian muncul seperti gelembung kecil di kulit seperti melepuh pada 3 hingga 5 hari, kemudian muncul bengkak disekitarnya dan pada hari ke 7 gelembung pecah dan menjadi luka yang ditandai dengan munculnya kerak warna hitam di atas luka tersebut. Meski demikian antraks kulit memiliki angka kematian paling rendah yakni kurang dari 5 persen. Sementara untuk pemulihan membutuhkan waktu sekitar 1.5 bulan , dari awal luka hingga mengelupas.


Pada bulan Juni 2023 masyarakat dikejutkan dengan adanya 1 orang pasien yang terinfeksi antraks meninggal dunia dan didapatkan pula sekitar 27 orang dengan manifestasi antraks kulit. Dirinya menduga kuat bahwa orang yang meninggal tersebut terserang antraks saluran cerna karena makan daging hewan yang mati karena penyakit antraks.


Dokter Dhani menegaskan Antraks dapat menyebabkan kematian, jika menyerang saluran nafas ataupun saluran cerna, dengan angka kematian atau mortality rate mencapai 95 – 99 persen. Hal ini diungkapkan pada pertemuan penyegaran dan penguatan Surveilans Antraks pada manusia bagi petugas medis Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten Gunungkidul D.I.Yogyakarta pada tanggal 24 Juli 2023.


"Antraks yang menyerang saluran nafas gejala mirip infeksi paru dengan ciri demam, batuk, sesak nafas, muntah, batuk darah, syok, hingga gagal nafas yang mengakibatkan kematian. Durasi antara mulai demam sampai gagal nafas hingga meninggal cukup singkat hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hingga lima 5 hari saja," paparnya.


Sementara ciri antraks menyerang saluran cerna, mirip dengan penyakit lambung atau kasus keracunan makan yaitu mual, muntah, sampai terjadi muntah darah dan berak berwarna hitam selanjutnya terjadi syok dan meninggal dunia, hanya kisaran waktu 4 sampai 5 hari.


Dokter Dhani yang juga salah satu Tim Penanganan Flu Burung dan COVID-19 RS dr. Moewardi, menyatakan Gunungkidul diminta meningkatkan kewaspadaan infeksi Antraks ini terutama bila menjumpai hewan yang mati mendadak atau daging yang dijual dengan harga miring.

Ditambahkannya permasalahan yang muncul di Semanu, Gunungkidul adalah adanya budaya Brandu yakni memakan hewan yang telah mati.


"Jadi hewan yang sudah mati disembelih kemudian dagingnya dibagi kan dan dijual ke warga untuk meringankan beban pemilik sapi yang mati. Selanjutnya daging ini dikonsumsi sendiri sendiri di tiap rumah," bebernya.

Halaman:

Tags

Terkini

Akademisi Desak Pemerintah Tegas Atur Kental Manis

Senin, 15 Desember 2025 | 20:38 WIB

Lego Jadi Terapi Relaksasi untuk Orang Dewasa

Rabu, 26 November 2025 | 15:35 WIB