kesehatan-seksualitas

Program JKN Perlu Pembiayaan Inovatif untuk Penyintas Kanker

Selasa, 8 Maret 2022 | 16:30 WIB

JAKARTA, KRJOGJA.com - Program jaminan kesehatan nasional (JKN) perlu menemukan pembiayaan inovatif untuk dapat menjamin sejumlah fasilitas dan pengobatan kanker. Saat ini, kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan angka kejadian kasus baru dan kematian yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya.

“Pemerintah perlu segera mengimplementasikan mekanisme pembiayaan inovatif terutama dengan membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak,” kata Ketua Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) atau dikenal juga dengan INAHEA (Indonesian Health Economic Association), Prof Hasbullah Thabrany, dalam diskusi media daring beberapa waktu lalu.

Dalam satu studi yang dilakukan oleh The Swedish Institute for Health Economics (IHE) di tahun 2021, ditemukan bahwa negara dengan alokasi pembiayaan kanker yang lebih tinggi menunjukkan keberhasilan penanganan kanker yang lebih baik dibandingkan negara yang memiliki alokasi pembiayaan kanker lebih rendah.

Oleh karena itu, pengimplementasian pembiayaan kesehatan yang inovatif dapat menjadi salah satu solusi pendanaan kesehatan. Hal ini tentu memerlukan kolaborasi dengan berbagai pihak sehingga dapat membantu pemerintah untuk memperluas cakupan pengobatan untuk seluruh masyarakat.

Selain itu dalam beberapa tahun terakhir, BPJS Kesehatan sebagai pengelola program JaminanKesehatan Nasional (JKN) mengalami defisit sejak beberapa tahun terakhir yang mendorong Pemerintah untuk mengurangi dan membatasi beberapa manfaat dalam cakupan JKN.

“Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus mengurangi beban biaya dengan membatasi manfaat layanan pengobatan dalam program JKN, tapi perlu segera mencari ide-ide inovatif untuk meningkatkan alokasi pembiayaan sehingga pasien-pasien, terutama penyintas kanker, tetap dapat memperoleh layanan terapi kanker yang paling optimal dan memberikan harapan hidup lima tahun lebih panjang serta kualitas hidup yang lebih baik,” jelas Hasbullah.

Hal serupa juga dikatakan Diah Ayu Puspandari, Ketua Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajement Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK) UGM. Dia menjelaskan, untuk mengatasai masalah keterbatasan biaya kesehatan, Pemerintah perlu segera mencari solusi strategis, salah satunya dengan mengoptimalkan sumber-sumber dana yang ada untuk dialokasikan ke sektor kesehatan.

Sebenarnya, kata Diah, pemerintah sudah mulai menerapkan hal ini dengan mengalokasikan sebagian dari pajak rokok dan cukai tembakau yang diterima Pemerintah Daerah untuk sektor kesehatan. Namun, pada tahun 2021, alokasi dana untuk sektor kesehatan tersebut turun dari 50% menjadi 25%.

“Kami berharap Pemerintah Pusat dapat merealokasi kembali dana untuk sektor kesehatan menjadi 50% atau memberikan fleksibiltas penggunaan dana pajak rokok dan cukai tembakau untuk pengembangan sektor kesehatan di tingkat daerah. Kami juga merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menyusun panduan teknis inovasi penggunaan pajak rokok dan cukai tembakau di sektor kesehatan, misal untuk optimalisasi pembelanjaan obat dan alat kesehatan termasuk obat inovatif kanker yang pada akhirnya akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat yang kita layani,” paparnya.

Putih Sari, Anggota Komisi IX DPR RI berpendapat pemerintah perlu meninjau kembali tujuan awal Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu untuk mencapai cakupan kesehatan semesta. Hal ini bukan hanya berbicara tentang cakupan jumlah kepesertaan, tapi juga cakupan layanan yang diberikan yaitu dapat menjamin akses ke layanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang sama pentingnya, berkualitas dan efektif tanpa menimbulkan beban biaya individu.

“Kami mendorong Kementerian Kesehatan RI dan seluruh pihak terkait untuk mempermudah akses obat inovatif kanker dalam program JKN, terutama untuk kanker paru yang paling mematikan. Kami juga mendorong Pemerintah untuk menerapkan inovasi pembiayaan kesehatan sehingga perluasan terhadap akses pengobatan inovatif kanker tidak terbentur masalah keterbatasan biaya,” ujarnya.

Menurut Putih, salah satu inovasi pembiayaan yang dapat dijajaki dalam waktu dekat adalah dengan membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan berbagai pihak, antara lain produsen obat dan asuransi swasta. Misal dengan menyediakan beberapa skema harga dalam program JKN seperti yang sebelumnya pernah diterapkan untuk obat kanker melalui system risk sharing atau mekanisme inovatif lainnya.

Halaman:

Tags

Terkini

Akademisi Desak Pemerintah Tegas Atur Kental Manis

Senin, 15 Desember 2025 | 20:38 WIB

Lego Jadi Terapi Relaksasi untuk Orang Dewasa

Rabu, 26 November 2025 | 15:35 WIB