JAKARTA (KR) -Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa dari 1,4 miliar penyandang hipertensi berusia 30-79 tahun di seluruh dunia. Meskipun banyak yang telah terdiagnosis dan menjalankan pengobatan sekitar 44 persen, hanya 320 juta 23 persen yang mengontrol hipertensi mereka.
Di Indonesia prevalensinya mencapai 30,8 persen pada penduduk berusia 18 tahun atau lebih. Artinya, hampir 1 dari 3 orang dewasa Indonesia hidup dengan tekanan darah tinggi. Namun hanya 8,6 persen pasien yang terdiagnosis oleh dokter, dan dari jumlah itu pun tak sampai separuhnya yang rutin mengonsumsi obat anti hipertensi 46,7 persen. Bahkan, dari pengonsumsi rutin pun hanya 18,9 persen yang berhasil mencapai tekanan darah terkontrol.
Sayangnya, proporsi pasien hipertensi di Indonesia yang belum terkendali masih sangat besar mencapai 81,1 persen. Salah satunya disebabkan rendahnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan hipertensi, dan minimnya pemantauan tekanan darah secara mandiri.
Baca Juga: PSS Waspadai Serangan Deltras di Kandang, Dominicus Dion Comeback, Ini Prediksi Pemain
“Bahaya tekanan darah tinggi yang sering terabaikan, Hipertensi dijuluki 'the silent killer' bukan tanpa alasan,” kata dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi, dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD-KGH, dalam acara edukasi publik mengenai manajemen hipertensi melalui sesi “The Science Behind: The Importance of 24-hour Hypertension Management, di Jakarta, Kamis (20/11).
Dikatakan, hipertensi sering tidak bergejala, tetapi diam-diam dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, otak, dan pembuluh darah. Bahkan, sebagian besar pasien baru menyadari mereka mengidap hipertensi setelah mengalami komplikasi serius, seperti strok, kerusakan ginjal, dan serangan jantung.
Dikatakan, tekanan darah manusia mengikuti ritme sirkadian tubuh. Salah satu fase paling kritis adalah morning surge yaitu lonjakan tekanan darah tajam antara pukul 06.00–10.00 pagi.
Baca Juga: Menkop Akan Hidupkan Jaringan Usaha Koperasi Untuk Perkuat Ekosistem
“Morning surge adalah momen paling berisiko. Lonjakan tekanan darah setelah bangun tidur dapat memicu strok atau serangan jantung, terutama pada pasien hipertensi derajat 2 dan 3. Inilah mengapa pasien perlu melakukan pengecekan tekanan darah secara mandiri dan teratur di pagi dan malam hari. Selain itu penting untuk patuh menjalankan pengobatan agar tekanan darah terkendali selama 24 jam untuk melindungi pasien dari komplikasi serius,"paparnya.
Dijelaskan, hipertensi terjadi ketika tekanan darah arteri secara konsisten berada di atas 130/85 mmHG dan berlangsung secara kronis (terus-menerus). Guna mencapai kontrol tekanan darah yang optimal, pengelolaan hipertensi memerlukan pendekatan holistik yang menggabungkan gaya hidup sehat dan penggunaan obat-obatan sesuai rekomendasi dokter.
Pasien perlu menjaga berat badan ideal melalui pola makan seimbang dengan memperbanyak sayur, buah, dan protein sambil membatasi asupan garam, serta dibarengi aktivitas fisik rutin minimal 30 menit per hari selama 3 - 5 hari per minggu, seperti jalan kaki, berenang atau bersepeda. Tak kalah penting, pasien harus membatasi konsumsi alkohol dan menghentikan kebiasaan merokok sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular.
Pengelolaan hipertensi tidak hanya bergantung pada dokter, pasien memegang peranan utama. Pemantauan mandiri, kepatuhan mengonsumsi obat, dan pencatatan tekan (Lmg)