KRjogja.com - JAKARTA - Konsumsi protein, baik yang berasal dari hewani maupun nabati, menjadi hal penting untuk mendukung proses tumbuh kembang anak, khususnya dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia.
Temukan lebih banyak Guru Besar IPB University, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, mengungkapkan, protein merupakan zat gizi utama yang berperan dalam pembentukan sel dan jaringan tubuh anak.
“Masalah stunting yang masih terjadi pada balita dan anak usia sekolah antara lain disebabkan oleh rendahnya konsumsi protein, terutama yang berasal dari pangan hewani seperti susu, daging, dan ikan,” jelasnya.
Baca Juga: Bumkalma Godean Sido Makmur Kucurkan Bantuan Sosial
Ia menambahkan, rendahnya tingkat konsumsi pangan hewani di masyarakat menjadi salah satu faktor utama kekurangan asupan protein.
“Kalau kita melihat data, konsumsi susu, daging dan ikan di Indonesia masih rendah. Padahal kekurangan protein akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan anak,” tegas Prof Ali.
Prof Ali kemudian menyoroti peran penting dari pangan nabati seperti kacang kedelai, yang juga memiliki kandungan protein tinggi dan telah lama menjadi bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia.
“Kedelai yang diolah menjadi tahu dan tempe adalah sumber protein nabati yang digemari masyarakat. Ini keberuntungan bagi kita karena sumber nabati ini harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan protein hewani,” katanya.
Baca Juga: TMJ Siapkan Empat Layanan Mudik Nataru.
Meski demikian, Prof Ali mengingatkan bahwa kualitas protein hewani masih lebih baik dibandingkan protein nabati.
“Tahu dan tempe bagus, tetapi kandungan asam aminonya tidak bisa disamakan dengan protein hewani seperti daging atau susu. Idealnya, keduanya dikonsumsi bergantian agar asupan protein tetap seimbang,” tambahnya.
Prof Ali juga menekankan bahwa susu kedelai bisa menjadi solusi bagi anak-anak yang memiliki alergi terhadap susu sapi atau intoleransi laktosa.
“Dalam kasus tertentu, susu protein nabati seperti susu kedelai bisa menjadi alternatif yang baik,” ungkapnya.
Ia mengajak masyarakat untuk kembali menghargai kearifan lokal yang telah mengenal tempe sejak abad ke-18.