Disempurnakan dengan kehadiran caping kalo yang tak hanya sekadar mempercantik tarian, namun mempertegas identitas warisan budaya khas Kudus.
Tari Cahya Nojorono dikemas menjadi tiga segmen, menjadikan tarian itu sarat akan makna filosofis didalamnya.
Di segmen pertama, gerakan tari dari petani tembakau dengan atribut caping kalo yang sedang mengawali persiapan panen dengan berdoa.
Dilanjut dengan gerakan melingkar menyatu, mewakili gambaran para petani bersatu untuk memilih daun tembakau terbaik.
Turut dilengkapi atribut daun berwarna hijau, selain melambangkan pilihan daun yang akan dituai, juga mewakili makna kejelian para petani dalam memanen daun terbaik.
Kedua, gerak gemulai mengayunkan daun-daun, menunjukkan proses dinamika tantangan musim kesiapan daun tembakau sebagai bahan baku utama hingga siap olah, yang diakhiri dengan kemunculan penari yang memerankan tokoh Krisna muda.
Memasuki segmen ketiga, melanjutkan representasi makna bersatu dan berdoa, Krisna muda mengusung sebuah bola yang menjadi perwakilan makna hasil kerja, yakni berkarya yang memberikan cahaya.
Penari yang terlibat dalam koreografi Tari Cahya Nojorono merupakan karyawan Nojorono Kudus yang digembleng langsung oleh sang maestro tari Didik Nini Thowok.
Bentuk formasi yang terdiri dari 3 dan 2 penari menandakan tahun berdirinya Nojorono Kudus di tahun 1932.
Dan diakhiri dengan formasi penari akhir yang terdiri dari 14 dan 10 penari yang mewakili tanggal dan bulan dikukuhkannya Nojorono Kudus, yakni 14 Oktober.
Tarian Cahya Nojorono menjadi suatu mahakarya indah sebagai sumbangsih peran Nojorono dalam pelestarian budaya Indonesia. (Trq)