Krjogja.com - YOGYA - Di tengah hiruk-pikuk industri kreatif dan budaya pop yang kerap menjadikan seni sebagai komoditas, ARTJOG 2025 kembali hadir dengan gagasan yang jauh lebih mendalam: bahwa seni bukan hanya karya, tapi juga “amalan”—sebuah laku etis, sosial, dan politis yang membawa kebaikan bagi kehidupan bersama.
Mengusung tema Motif: Amalan, ARTJOG menutup trilogi “Motif” yang telah dijalankan sejak 2023, merangkum diskusi panjang tentang posisi seni di tengah masyarakat.
Dibuka pada 20 Juni 2025 dan berlangsung hingga 31 Agustus 2025 di Jogja National Museum, festival ini bukan sekadar ruang pamer, melainkan ajakan untuk menyelami ulang makna berkesenian sebagai tindakan—bukan sekadar tontonan.
“Amalan bukan soal pahala dalam arti moral-klise,” kata kurator Hendro Wiyanto. “Tetapi bentuk praktik yang melampaui estetika—yang bisa menyentuh realitas sosial, lingkungan, bahkan relasi politik.”
Seniman patung kawakan Anusapati membuka wacana ekologis lewat karya komisi berjudul Secret of Eden, yang menghadirkan instalasi berbasis kayu mati—suatu pernyataan keras terhadap eksploitasi hutan dan tambang.
Baca Juga: MUI dan Aqua Klaten Sinergi Dukungan Al Quran untuk 3.000 Masjid
Lewat karya ini, Anusapati ingin memperlihatkan bagaimana seni dapat menjadi medium refleksi sekaligus peringatan akan krisis lingkungan yang terus berlangsung. Karya ini dilengkapi respons suara dari seniman bunyi Tony Maryana, yang menciptakan suasana imersif lewat bebunyian alam dan industrial.
Anak-anak, Limbah, dan Imajinasi
Sementara itu, ARTJOG Kids kembali hadir dengan semangat pembelajaran kreatif. Kelompok REcycle-EXPerience dari Bandung mengajak anak-anak membuat karya dari limbah anorganik dan mainan bekas—mengubah kesadaran akan sampah menjadi permainan dan karya kolektif berjudul The Love for All Living Creatures.
Sebuah pendekatan bermain sambil menyadari bahwa setiap tindakan kecil pun bisa menjadi “amalan”.
Program Special Project memperluas medan diskusi. Murakabi Movement menyajikan Tanah Air βeta, instalasi interaktif dari batu dan tanah, yang mempertanyakan ulang gagasan tentang ruang hidup bersama. ruangrupa, kolektif seni asal Jakarta, membuka taman belajar alternatif yang terinspirasi dari semangat pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Sebelas peserta dari lintas disiplin menjalani proses belajar non-formal, yang hasil akhirnya akan dipamerkan dalam ulang tahun ke-25 ruangrupa.
Dari Bali, DEVFTO Printmaking Institute membawa karya cetak grafis yang kolaboratif dan terbuka, menandai kebangkitan seni grafis sebagai praktik kontemporer yang terus tumbuh.
Reza Rahadian dan Seni Sebagai Perjalanan Jiwa