Krjogja.com - YOGYA - Suwarno Wisetrotomo tak pernah berpikir atau merencanakan membikin buku yang supertebal. Ia hanya ingin terus menulis. Kalau kemudian terbit menjadi buku, karena provokasi yang membuatnya membuka ribuan kliping yang sebagian ada yang dimakan rayap.
Kurator seni rupa dan pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta bergelar doktor ini memang baru saja menerbitkan buku berjudul 'Rest Area: Titik Lebur Estetik' di Panggung ARTJOG 2025 di Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta, Rabu (27/8/2025) sore.
Baca Juga: Bincang Buku 'Jalan Jurnalisme' 35 Cerita Menyibak Sosok Oka Kusumayudha
Buku sangat tebal tersebut berisi arsip tulisan-tulisan dalam kurun 45 tahun, 1980 hingga 2025. Peluncuran diwarnai diskusi menampilkan narasumber Garin Nugroho (sutradara dan menulis) dan Irene Angrivina (seniman, aktivis, teknologis) dimoderatori Dito Yuwono (Direktur Institut Cemeti).
Meski arsip-arsip tulisan yang dibukukan sebagian sudah cukup "tua" karena dimulai 45 tahun lalu, Suwarno menyebut tak banyak editing atau tak mengalami perubahan dari tulisan asli demi menyesuaikan ke bahasa kekinian.
Produktivitas dalam menulis, Suwarno mengaku dipengaruhi buku 'Tergantung pada Kata' yang ditulis Prof A Teeuw. Buku itu menjadi momen puitik yang menjadikan Suwarno semakin "terbakar" untuk menulis. Dalam buku itu, A Teeuw, membedah puisi karya penyair-penyair ternama.
Baca Juga: Mahasiswa Baru UGM Terseret Kasus Pembunuhan, Kampus Ambil Langkah Tegas Menonaktifkan
"Saya pun harus bisa, membongkar seni rupa lewat tulisan," kata Suwarno yang sudah menulis dan karya 'vignet'-nya banyak menghiasi media massa saat masih duduk di bangku Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta.
Sutradara kondang Garin Nugroho melihat Suwarno tak hanya menulis seni rupa, tapi juga jazz hingga wayang. Suwarno disebutnya sebagai kritikus yang menulis dengan berdiskusi bersama masyarakatnya.
Membaca tulisannya, tidak ada bahasa yang sulit, dengan deskripsi, kolaboratif, disertai analisa.
Sementara Irene yang pernah menjadi muridnya, awal mengenal Suwarno lewat tulisan di koran dan majalah seperti menakutkan karena erat dengan kritik.
Kini, tiap minggu Suwarno mengirim tulisan-tulisan di media ke grup WA. Tulisan Suwarno akhirnya mengundang kerinduan karena tak hanya dilihat sekejap tapi kemudian menarik untuk didiskusikan. (Ewp)