KRjogja.com - SALATIGA - Pemerintah Kota Salatiga menggelar bengkel kerja pembuatan karya tari khas daerah Salatiga. Kegiatan tersebut diikuti oleh segenap sanggar tari dan penari di Kota Salatiga.
Pelatihan yang digagas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Salatiga ini menjadi langkah nyata pemerintah daerah untuk menumbuhkan identitas budaya melalui seni tari. Kepala dinas, Henni Mulyani, menyebut kegiatan tersebut sebagai wujud ikhtiar agar Salatiga memiliki tarian khasnya sendiri — karya yang lahir dari karakter, sejarah, dan kehidupan masyarakatnya.
“Pelatihan ini merupakan ikhtiar Pemerintah Kota Salatiga agar memiliki tarian khas sendiri. Kami berharap ke depan akan lahir lebih banyak karya tari yang menggambarkan keunikan budaya, sejarah, dan kehidupan masyarakat Salatiga,” ujar Henni, Kamis (16/10/2025).
Baca Juga: Kemenhaj Imbau PPUI Disiplin Cegah Pembatalan Otomatis, Arab Saudi Ubah Aturan Visa Umrah
Pelatihan ini diikuti oleh dua puluh dua sanggar seni dari berbagai wilayah Salatiga — mulai dari Sanggar Sakuntala, Srikandi, Sekar Rinonce, Brahmastra, KBW, Bibasari, hingga komunitas seperti Suluh Budaya, Zamrud Khatulistiwa, Kartika Budaya, WBI Salatiga, Cempaka Rinintis, dan Hastasawanda. Hadir pula Sanggar Sekar Mulyo, Seni Sundan, Maheswari Ayodya, Gumregahing Krido, Dynamic Movement, Padharasa, MLB, Sekar Mulya, dan Mustika Laras.
Maestro tari asal Semarang, Yoyok Bambang Priyambodo, yang didapuk menjadi narasumber utama, memandang pelatihan ini sebagai sebuah “embrio” yang penting bagi kota kecil yang kaya semangat budaya ini.
“Pelatihan ini merupakan embrio bagi Kota Salatiga. Ke depannya, saya berharap embrio ini dapat berkembang sehingga Salatiga memiliki tarian dan ragam gerak yang benar-benar khas Salatiga,” ungkap Yoyok.
Dalam sesi eksplorasi gerak, Yoyok mengajak para penari menggali inspirasi dari hal-hal yang dekat dengan keseharian masyarakat. Dari sanalah lahir sebuah gagasan: menjadikan tanaman singkong sebagai sumber inspirasi gerak.
Baca Juga: Menag Nasaruddin Dorong Siswa Madrasah Bukan Hanya Unggul dalam Agama Tapi Juga Teknologi
Di tangan para penari, singkong bukan sekadar bahan pangan, melainkan simbol ketekunan dan daya tumbuh. Gerak tangan yang menunduk seperti menanam, pijakan kaki yang mantap seperti mencabut umbi, serta putaran tubuh yang luwes menggambarkan siklus hidup masyarakat agraris. Inspirasi itu datang bukan tanpa alasan — beberapa wilayah di Salatiga memang dikenal sebagai sentra olahan singkong, yang menjadi bagian dari ekonomi dan kebanggaan lokal.
“Singkong ini bukan sekadar bahan makanan, tapi gambaran tentang karakter masyarakat Salatiga yang sederhana namun berdaya tahan tinggi,” tutur Yoyok di sela latihan. Ia juga berpesan agar pemerintah terus melanjutkan upaya kolaboratif seperti ini, supaya kesenian tari di Salatiga tumbuh dengan arah yang jelas dan berkelanjutan.
Henni Mulyani menutup kegiatan dengan rasa optimistis. Ia percaya, apa yang dilakukan hari ini akan menjadi benih bagi lahirnya karya-karya tari baru di masa depan.
Baca Juga: Seniman Tari Harus Miliki Semangat Juang
“Tari khas daerah akan menjadi wajah budaya kita di hadapan masyarakat luas. Kami berharap hasil dari pelatihan ini dapat menjadi karya bersama yang membanggakan,” ujarnya. (Cha)