Ia menjadi jembatan antara seni tinggi dengan publik luas, terdiri anak-anak, generasi muda, masyarakat awam, hingga dunia digital global. "Melalui maskot, Trinity Art mampu berbicara dengan bahasa yang inklusif, mudah diingat, dan berdaya sebar luas tanpa kehilangan kedalaman filosofisnya," paparnya.
Trinity Art menciptakan pengalaman seni multi-indrawi, visual yang dilihat, audial yang didengar, dan simbol yang dikenali serta diingat. Penikmat seni tidak lagi menjadi penonton pasif, tetapi mengalami momen sebuah perjumpaan personal dengan makna, pesan, dan energi karya.
Lebih jauh, Trinity Art adalah alat emansipasi seniman Indonesia. Ia duta budaya menawarkan model baru penciptaan dan presentasi seni yang tidak bergantung pada validasi Barat atau pusat seni dunia.
Baca Juga: Barcelona Kunci Kemenangan 2–0 atas Osasuna
"Kami ingin memposisikan seniman Nusantara sebagai arsitek gagasan, pemilik narasi, dan penggerak peradaban visual–audial baru," tandas Sam.
Melalui Trinity Art, Sam Sianata menegaskan bahwa seni Indonesia tidak hanya layak dipamerkan di dunia, tetapi layak memimpin arah dunia seni itu sendiri. Inilah misi besar Trinity Art: menjadikan seni sebagai kekuatan kultural, spiritual, dan strategis, sebuah pernyataan bahwa bangsa Indonesia mampu melahirkan isme, bukan sekadar mengikuti sejarah seni global, melainkan menulis bab barunya sendiri. (Fxh)