seni-budaya

Pameran Data Art di Jogja Gallery: Saat Angka Menjadi Bahasa Seni dan Kisah Kehidupan

Selasa, 26 Agustus 2025 | 09:51 WIB
Salah satu karya seni yang menarik pengunjung di Pameran Data Art: Indonesia, Life Behind Data yang resmi dibuka di Jogja Gallery, Yogyakarta, sejak Senin (25/8/2025). Foto Dokumen.

Krjogja.com - BAGAIMANA jika angka-angka statistik yang kaku bisa bercerita layaknya puisi atau lukisan? Pertanyaan itu terjawab dalam Pameran Data Art: Indonesia, Life Behind Data yang resmi dibuka di Jogja Gallery, Yogyakarta, Senin (25/8/2025).

Pameran yang berlangsung hingga 30 Agustus ini menampilkan lebih dari 40 karya lintas disiplin. Para seniman dan saintis menghadirkan isu-isu besar bangsa—mulai dari utang negara, kesehatan mental, budaya digital anak, hingga ketimpangan ekonomi—dalam rupa instalasi interaktif, lukisan, gim, hingga seni berbasis kecerdasan buatan.

Seni yang Membuat Data Bicara

Beberapa karya yang mencuri perhatian antara lain Berlari dengan Beban Masa Lalu, sebuah gim interaktif yang menyimbolkan utang negara. Ada pula Lost My Toys, instalasi yang mengajak pengunjung merenungi dampak gawai terhadap masa kecil anak-anak.

Baca Juga: Prof Harno Guru Besar UGM Sekaligus Seniman Fotografi

Karya lain seperti Sleepy Driver memanfaatkan sensor dan AI untuk menyuarakan isu keselamatan jalan raya, sementara Unspoken Voices membuka ruang bagi percakapan mengenai kesehatan mental. Semua karya ini tidak sekadar memamerkan data, tetapi juga menghadirkan kisah di balik angka.

“Kita hidup di era data dan kecerdasan buatan; seni menjadi bahasa yang mendekatkan sains kepada masyarakat dan menjaga relevansinya dengan isu bangsa,” ujar Wishnutama Kusubandio saat membuka pameran.

Kolaborasi Saintis dan Seniman

Dr. Michael Hoch, seniman-saintis dari University of Technology Vienna dan CERN, menilai pameran ini membuktikan bahwa Indonesia tak tertinggal dalam tren global.

“Ketika algoritma, sensor, dan angka dipadukan dengan karya seni, kita tidak hanya melihat karya, tetapi juga masa depan riset yang lebih terbuka,” katanya.

Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia menyampaikan pandangan atas karya seni yang ditampilkan. Foto Dokumen.

Sementara itu, Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, menekankan bahwa pameran ini adalah bukti nyata riset bisa keluar dari laboratorium. “Seni membuat penelitian lebih hidup, relevan, dan mudah dipahami masyarakat,” ujarnya.

Literasi Data Melalui Seni

Diselenggarakan oleh FMIPA UGM dan Keluarga Alumni FMIPA UGM (Kamipagama), pameran ini disebut sebagai yang pertama di Indonesia menggabungkan sains, data, dan seni secara komprehensif.

Halaman:

Tags

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB