seni-budaya

Menghidupkan Warisan Budaya: Internalisasi Tembang Macapat Bertema Ajaran Ki Hajar Dewantara

Kamis, 25 September 2025 | 13:55 WIB
Internalisasi Tembang Macapat berlangsung di Ndalem Jayadipuran (Karni Narendra)

Krjogja.com - YOGYA - Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah X kembali menggelar program tahunan Internalisasi Tembang Macapat yang tahun ini mengangkat tema “Meneladani Ajaran Ki Hajar Dewantara dalam Serat Sariswara.”

Kegiatan berlangsung di Ndalem Jayadipuran pada Kamis (25/9) dan diikuti oleh 150 peserta lintas generasi dari berbagai daerah, termasuk Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, dan Gunungkidul.

Baca Juga: JIBB 2025 Teguhkan DIY Sebagai Pusat Inovasi Batik

Peserta yang hadir terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar SD, SMA, SMK, anggota kelompok seni macapat, pamulangan macapat di Kraton, hingga para penikmat seni macapat. Hal ini menunjukkan bahwa tembang macapat masih memiliki tempat di hati masyarakat, terutama dalam upaya mengenalkan dan melestarikan budaya Jawa kepada generasi muda.

Dalam kegiatan ini, BPK menghadirkan narasumber Wahyudi Purnama dari Taman Siswa. Ia menjelaskan makna mendalam dari Serat Sariswara karya Ki Hajar Dewantara, yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan karakter.

“Melalui tembang macapat, kita tidak hanya belajar seni suara, tetapi juga menginternalisasi nilai luhur seperti budi pekerti, cinta tanah air, dan rasa memiliki terhadap budaya bangsa. Ki Hajar Dewantara melihat pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter sejak dini,” ungkap Wahyudi.

Baca Juga: Dukung Asta Cita, LDII Bantul Gelar Cek Kesehatan Gratis

Ia menambahkan, ajaran Ki Hajar Dewantara yang dituangkan dalam Serat Sariswara diharapkan dapat menumbuhkan generasi yang memiliki wirauso (jiwa usaha), wirama (keharmonisan), dan wirogo (kekuatan jasmani dan rohani).

“Jika karakter anak-anak sudah terbentuk sejak dini, maka kelak mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tetap mencintai budaya sendiri. Saat ini banyak yang mulai melupakan sejarah dan budaya kita, sehingga kegiatan seperti ini menjadi sangat penting,” tambahnya.

Selain pelatihan dan pengenalan tembang macapat, BPK juga aktif menggelar berbagai festival budaya, seperti festival dolanan anak yang rutin diadakan di tingkat kota dan provinsi. Festival ini tidak hanya mengenalkan tembang, tetapi juga mengajarkan anak-anak untuk menari, memahami musik karawitan, dan mengekspresikan diri melalui seni tradisional.

“Festival ini menjadi wadah bagi anak-anak untuk mengasah kemampuan dan memahami budaya leluhur. Mereka tidak hanya menyanyi, tetapi juga memahami makna dan filosofi di balik setiap tembang,” jelas Wahyudi.

Salah satu peserta, Herwilda Pritasari, mengungkapkan pengalamannya mengenal tembang macapat sejak tahun 2015. Ia awalnya tertarik karena prihatin banyaknya anak muda yang ikut trend K-Pop dan Barat serta melihat para pelantun macapat di keraton yang sebagian besar sudah berusia lanjut.

“Waktu itu, pelantun macapat kebanyakan sudah di atas 60 tahun. Yang berusia di bawah 50 tahun sangat sedikit, apalagi di bawah 20 tahun hampir tidak ada. Akhirnya saya belajar di sekolah macapat di keraton dan ikut berbagai kegiatan pelestarian,” ujar Herwilda.

Kini, menurut Herwilda, semakin banyak generasi muda yang mulai tertarik mempelajari macapat berkat adanya kompetisi dan program pelestarian budaya seperti yang diselenggarakan BPK.

Halaman:

Tags

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB