Mestinya, lanjut Bambang, panitia dari awal mencantumkan di pengumuman standar IPK minimal pendaftar. Tidak kemudian dirubah standarnya setelah mengatahui jumlah pelamar membludak. "Dari awal syarat IPK minimal 2,75, ya sudah itu yang dipakai. Kenapa kemudian berubah menjadi IPK 3 lebih dengan alasan membatasi pelamar. Mestinya berapapun pelamar yang memenuhi syarat administrasi awal diberi kesempatan mengikuti ujian tertulis," tambahnya.
Direktur Utama (Dirut) RSUD Sragen, dr Didik Haryanto mengakui perubahan standar IPK itu merupakan keputusan UNS untuk membatasi peserta yang memludak. Hal ini dilakukan karena anggaran rekrutmen memang terbatas, sehingga tidak bisa mewadahi semua pelamar ikut tes tertulis. "Karena anggaran terbatas, maka UNS menerapkan perbandingan 1;8, artinya satu formasi diperebutkan 8 pelamar," tuturnya.
Seperti diketahui, RSUD Sragen membuka rekrutmen pegawai RSUD untuk memperebutkan 139 formasi tenaga medis. Di luar dugaan, jumlah pelamar mencapai sekitar 3000 orang. Panitia kemudian mencoret 2000 lebih pelamar dengan menaikkan standar IPK pelamar di perjalanan rekrutmen. (Sam)