Jika antara tingginya angka rawat jalan di DIY dengan sumber pembiayaan itu menurut ekonom UII Dr Nurferiyanto menunjukkan bahwa bahwa kesadaran masyarakat DIY untuk menjaga kesehatannya termasuk tinggi. Hal ini didukung fasilitas dan pelayanan kesehatan yang baik mulai dari puskesmas, rumahsakit, dokter dan obat-obatan. “Harus membayar sendiri pun mereka siap untuk menjaga kesehatannya,†ungkap Nurferiyanto.
Rawat jalan yang tinggi mendukung statemen saya bahwa sebelum sakit, ujar Nurferiyanto, mereka sudah memeriksakan diri. Sehingga tidak perlu menginap karena belum sakit. Namun ketika sakit menurutnya mereka sadar untuk segera berobat. “Karena angka harapan hidup di DIY tinggi, kalau tidak salah di angka 74,2 tahun maka sesungguhnya juga terdapat peluang bisnis bagi pelayanan lansia di provinsi ini,†ungkap Nurferiyanto.
***
Besarnya beaya rawat jalan dan sebagian pembeayaan juga bersumber dari kantung sendiri, menunjukkan masih tingginya beaya yang harus ditanggung masyarakat untuk kebutuhan kesehatan. Dan sesungguhnya apa yang terjadi ini merupakan peluang dan potensi besar bagi asuransi swasta untuk berperan membantu masyarakat. Sehingga saat saat dan menjalani rawat jalan tetap bisa tersenyum dan membuat sakit tidak lagi menjadi beban.
Realita inilah ungkap CEO PT Central Asia Financial Reginald J Hamdani yang memiliki produk Asuransi Jagadiri merancang program Jaga Sehat Keluarga (JSK). Produk ini memberikan solusi kebutuhan utama masyarakat akan asuransi perlindungan keluarga yang lengkap, terjangkau dan dapat digunakan termasuk untuk rawat jalan.
Memang belum banyak yang mengenal produk yang disebut memberikan perlindungan yang tidak membebani masyarakat. Wina dan Andin mengaku belum pernah mendengar produk yang memungkinkan nasabah cukup membayar satu harga dan sudah mengcover maksimal lima tertanggung : suami-istri-tiga anak. Tapi bukan berarti mereka tidak mengetahui soal asuransi. Hanya produk baru ini diakui belum mereka kenal.
Pengetahuan masyarakat mengenai asuransi memang sudah ada. Namun data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2013 mengungkap bahwa 17,84% atau 18 orang dari 100 penduduk Indonesia yang mengerti manfaat asuransi. Tapi, baru 11,81% atau 12 dari 100 orang yang membeli polis. Padahal dalam dunia perasuransian, yang disebut belum cerdas berasuransi di sini diartikan sebagai ketidakmampuan masyarakat memroteksi keluarga melalui asuransi yang memiliki banyak manfaat. Seperti JSK ungkap Reginald juga memberikan pengembalian premi sebesar 25% per tahun apabila tidak ada klaim. Manfaat yang perlu dipahami. (Fadmi Sustiwi)