Krjogja.com Jakarta - Osteoartritis (OA) pada lutut merupakan salah satu kondisi yang sering menganggu aktivitas sehari-hari, terutama pada pasien lanjut usia. Saat gejala seperti nyeri kronis, keterbatasan gerakan, dan penurunan kualitas hidup tidak dapat lagi diatasi dengan pengobatan konservatif, Total Knee Replacement (TKR) atau penggantian sendi lutut total dapat menjadi solusi yang efektif.
Prof. Dr. dr. Andri Lubis, Sp.OT (K), dokter spesialis ortopedi RS Siloam Mampang, menguraikan secara mendalam tentang prosedur ini serta berbagai hal yang perlu diperhatikan oleh pasien yang akan menjalani operasi TKR.
Apa Itu Total Knee Replacement (TKR)?
Total Knee Replacement (TKR) adalah prosedur bedah di mana sendi lutut yang rusak akibat osteoartritis digantikan dengan protesa atau implan buatan. Tujuan utama dari prosedur ini adalah untuk mengurangi rasa sakit akibat kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi lutut, sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas sehari-hari. Prosedur ini sering direkomendasikan ketika pengobatan konservatif seperti obat-obatan, fisioterapi, atau injeksi, sudah tidak lagi memberikan hasil yang efektif.
Baca Juga: Ekonomi Sirkular dan Peran Semua Pihak
"TKR merupakan opsi terakhir bagi pasien osteoartritis yang gejalanya sudah parah dan tidak dapat lagi diatasi dengan obat-obatan atau terapi fisik.” Prosedur ini terutama disarankan bagi pasien di atas usia 65 tahun, karena mereka sering kali mengalami penurunan kualitas hidup yang signifikan akibat nyeri lutut kronis. Pada pasien yang lebih muda, TKR sering dianggap sebagai pilihan terakhir mengingat risiko kegagalan implan dalam jangka panjang, yang dapat mengharuskan prosedur penggantian ulang."
Meskipun TKR terbukti sangat efektif, prosedur ini umumnya dilakukan hanya pada pasien dengan gejala osteoartritis yang sudah sangat parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya, pasien yang mengalami nyeri kronis yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan serta gangguan gerakan yang signifikan menjadi kandidat utama untuk menjalani prosedur ini. TKR juga sangat direkomendasikan bagi pasien yang kualitas hidupnya telah menurun drastis, dan berbagai terapi konservatif tidak lagi memberikan hasil yang memadai.
Namun, Prof. Andri Lubis menekankan bahwa pada pasien yang lebih muda, yakni di bawah 65 tahun, TKR bukanlah pilihan pertama. ”Pada pasien di bawah usia 65 tahun, TKR adalah pilihan terakhir, mengingat risiko jangka panjang dan kemungkinan perlu dilakukan prosedur ulang setelah beberapa tahun,” jelasnya. Pasien yang lebih muda memiliki harapan hidup yang lebih panjang, sehingga implan lutut yang dipasang melalui TKR mungkin perlu diganti lebih awal. Oleh karena itu, pendekatan non-bedah atau prosedur alternatif seringkali dicoba terlebih dahulu pada kelompok usia ini.
Salah satu keuntungan utama dari Total Knee Replacement adalah peningkatan kualitas hidup pasien setelah prosedur ini. Pasien yang sebelumnya kesulitan berjalan, beraktivitas, bahkan melakukan pekerjaan rumah tangga, sering kali melaporkan perbaikan signifikan setelah operasi. TKR membantu mengurangi rasa sakit yang hebat dan memberi pasien kesempatan untuk bergerak lebih bebas, bahkan kembali berolahraga atau menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih nyaman.
Prof. Andri Lubis menjelaskan, ”Setelah operasi, sebagian besar pasien melaporkan penurunan rasa sakit, serta kemampuan untuk kembali melakukan aktivitas yang sebelumnya tidak bisa dilakukan karena rasa sakit.” Keuntungan lainnya adalah peningkatan fungsi lutut, yang memungkinkan pasien kembali bekerja dan berinteraksi sosial tanpa rasa sakit yang menganggu. Meskipun pemulihan membutuhkan waktu dan fisioterapi intensif, sebagian besar pasien merasa puas dengan hasilnya dalam jangka panjang.
Salah satu elemen penting yang harus dipertimbangkan dalam prosedur TKR adalah jenis anestesi yang digunakan. Anestesi spinal atau epidural sering dipilih karena kemampuannya untuk memberikan kenyamanan lebih bagi pasien selama dan setelah operasi. Jenis anestesi ini memungkinkan pasien tetap sadar selama prosedur namun tanpa merasakan nyeri, sementara obat-obatan penghilang rasa sakit terus disalurkan ke tubuh secara berkelanjutan.
”Anestesi spinal epidural memastikan obat-obatan dapat terus masuk ke tubuh secara berkelanjutan, yang membantu mengurangi rasa sakit pascaoperasi dan meningkatkan kenyamanan pasien,” jelas Prof. Andri Lubis. Pendekatan anestesi ini sangat menguntungkan bagi pasien yang khawatir dengan rasa sakit setelah operasi. Selain itu, menggunakan anestesi jenis ini mengurangi risiko komplikasi terkait anestesi umum, seperti gangguan pernapasan.
Setiap prosedur bedah, termasuk TKR, tentu membawa risiko. Risiko utama yang perlu diwaspadai adalah infeksi dan masalah terkait pembekuan darah, seperti Deep Vein Thrombosis (DVT) dan emboli paru. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa ruang operasi dalam kondisi steril dan bahwa pasien mengikuti protokol pencegahan yang ketat.
Untuk meminimalkan risiko infeksi dan komplikasi lainnya, pasien harus menjaga kebersihan dengan seksama sebelum operasi. Selain itu, pemantauan pascaoperasi yang ketat juga diperlukan untuk mengurangi kemungkinan pembekuan darah. ”Kami berupaya meminimalkan risiko tersebut dengan berbagai langkah pencegahan yang ketat, baik selama prosedur maupun setelahnya,” tambah Prof. Andri Lubis.