Selain suplementasi besi, konseling sumber makanan yang mengandung zat besi juga dibutuhkan untuk mencegah anemia defisiensi besi selama hamil. Jika kebutuhan besi selama hamil tidak terpenuhi, ibu hamil berisiko anemia, preeklamsia dan perdarahan pasca salin, sedangkan janin berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal. Selain itu, Ibu yang anemia dapat menyebabkan anak lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit dan berisiko mengalami anemia pada usia dini, yang dapat meningkatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk perkembangan otak.[ kemenkes.go.id. 2021. Buku Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah.]”
Anemia Defisiensi Besi berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak. Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya dapat menjadi permanen.[ kemkes.go.id. 2022. Anemia Defisiensi Besi Pada Anak] Hal ini dapat terjadi karena zat besi tidak hanya penting untuk membawa oksigen dalam darah, tetapi juga memiliki peran krusial dalam sistem kekebalan tubuh.
“Salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan anemia defisiensi besi pada anak di Indonesia adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi. Faktor risiko lainnya adalah tidak ada pedoman atau peraturan untuk skrining rutin status zat besi, terutama pada anak sehingga perlu intervensi dari bidan sebagai pelayan kesehatan dasar untuk ibu dan anak. Zat besi sangat berperan dalam metabolisme energi, sistem oksidasi, perkembangan dan fungsi syaraf, koneksi sistem jaringan, dan sintesis hormon. Untuk itu, pemeriksaan kadar Hb penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila ditemukan anemia, dicari penyebab dan bila perlu dirujuk. Pada anak-anak, zat besi merupakan salah satu mikronutrien penting untuk proses tumbuh kembangnya[ MoM Konsensus Pakar 1 ADB-IBI 2024]. Keseimbangan zat besi positif sekitar 1 mg asupan zat besi per hari. Karena sekitar 10% zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari.6 Selain mengupayakan skrining defisiensi besi sejak dini, nutrisi dengan fortifikasi zat besi sebagai pendamping ASI, dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi, sehingga mengurangi risiko anemia pada anak,[ Paganini D., et al. 2016. Iron Fortification of Foods for Infants and Children in Low-Income Countries: Effects on the Gut Microbiome, Gut Inflammation, and Diarrhea. ]” jelas Prof. DR. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), Dokter Anak - Ahli Tumbuh Kembang Pediatri Sosial
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH., selaku Expert Community Medicine dan Medical and Scientific Affairs Director Danone SN Indonesia mengatakan, “Anemia merupakan permasalahan yang perlu dicegah sedini mungkin. Kami melihat bahwa skrining anemia defisiensi besi merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi anemia di Indonesia terutama bagi Ibu dan anak. Karenanya, skrining non-invasif berupa pemantauan asupan zat besi berbasis kuesioner dapat menjadi pilihan solusi identifikasi awal risiko anemia defisiensi besi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk Bidan dalam fasilitas pelayanan kesehatan primer. (*)