Pemberdayaan Masyarakat Yogya dalam Kondisi Darurat Sampah

Photo Author
- Rabu, 25 Mei 2022 | 20:50 WIB
Dr. Surahma Asti Mulasari, S.Si., M.Kes., Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Dr. Surahma Asti Mulasari, S.Si., M.Kes., Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

BEBERAPA waktu lalu, jika melintasi jalan-jalan di Yogyakarta, maka timbunan sampah menjadi pemandangan cukup lazim. Hal tersebut terjadi lantaran kondisi sampah-sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, rata-rata telah mencapai 700 ton per hari—yang dihasilkan Kota Yogyakarta mencapai sekitar 370 ton, di mana 260 ton di antaranya dibuang ke TPA Piyungan dan bank sampah, serta sisanya diolah pemulung. Volume sampah meningkat ketika memasuki musim liburan, dengan kenaikan mencapai 15% dari rata-rata timbulan sampah harian. Sistem pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi lumpuh tatkala Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan tidak bisa lagi beroperasi sebagaimana mestinya. TPST Piyungan sendiri, selama ini merupakan simbol pengelolaan sampah DIY. Status darurat sampah, dengan kondisi demikian menjadi ancaman nyata di depan mata.

Sejak empat tahun terakhir (2019-2022), blokade akses ke TPST Piyungan pernah terjadi beberapa kali, dan berakibat pada kondisi persampahan di Kota Yogyakarta, Bantul, dan Sleman mengalami kekacauan: truk sampah tidak bisa melakukan pembuangan, dan sampah-sampah akhirnya bertebaran. Berbagai tuntutan dilayangkan warga, seperti perbaikan TPST, serta solusi penanganan bau tak sedap demi kenyamanan warga sekitar. Hal tersebut makin menegaskan kondisi siaga, sebelum bencana sampah yang sebenarnya dapat terjadi.

Yang terbaru, blokade TPST Piyungan dilakukan sekitar tanggal 7-11 Mei 2022, dan segera menjadi isu menonjol. Warga kembali mengeluhkan memprihatinkannya kondisi TPST serta dampak dari limbah. Akses sendiri kembali dibuka pada 12 Mei, setelah ada kesepakatan antara perwakilan Pemerintah Daerah DIY (PUP-ESDM DIY dan DLHK DIY) dengan perwakilan warga. Kesepakatan berkisar pada solusi teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan yang harus beroperasi sebelum 2025, optimalisasi Instalansi Pengolahan Air Lindi dan perbaikan outlet pembuangan lindi, kajian air bersih warga, penggunaan dan pemanfaatan zona transisi, membebasan lahan memperhatikan kepentingan penduduk, serta adanya perhatian terhadap armada pengangkut sampah.




-

Isu mengenai batas umur teknis TPST Piyungan sudah berembus sejak tahun 2015. Idealnya, solusi pengelolaan TPST sudah harus ada tiga tahun sebelum habis masa berlakunya. Durasi tersebut diperlukan untuk adaptasi metode atau pengondisian lokasi baru apabila TPST terkait akan dipindahkan. Hanya saja, proses pengembangan TPST Piyungan tidak dapat dilaksanakan dengan mudah. Terdapat tahapan: pergantian pengelolaan ke level provinsi; penjajakan kerja sama dengan investor; studi kalayakan metode pengelolaan sampah; serta diskusi-diskusi dan jajak pendapat yang melibatkan berbagai kalangan.

Kondisi penutupan TPST, ditambah mulai munculnya kepanikan warga, semestinya menjadi penguat yang dapat mendorong pemerintah segera mengambil tindakan, yakni langkah-langkah mengatasi permasalahan teknis di TPST Piyungan. Keputusan memperluas dan memanfaatkan teknologi tertentu—sebagaimana kesepakatan sebelumnya—harus segera dieksekusi, sebab jika terjadi blokade lagi, maka penyelesaian akan menjadi semakin berlarut.

Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan ialah pemberdayaan masyarakat Yogyakarta sendiri. Ancaman darurat sampah, tentunya tidak mungkin hanya dibebankan dan menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Metode pemberdayaan masyarakat diperlukan karena pengelolaan sampah tidak hanya dilakukan di hilir, tetapi juga lewat pembudayaan masyarakat sadar lingkungan, khususnya dalam mengolah sampah dari sumbernya. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku perlu diupayakan. Jangan ada yang berpandangan bahwa hasil dari pengelolaan, tidak sebanding rumitnya pelaksanaan. Pandangan-pandangan demikian, selain menimbulkan ancaman darurat sampah, juga secara nyata merugikan pihak-pihak lain, yakni warga sekitar TPST yang kualitas lingkungan hidupnya menjadi rusak dan berada dalam bayang-bayang penyakit. Masyarakat harus lebih peka dalam melihat realitas persampahan Yogya saat ini.

Langkah nyata dari masyarakat penyumbang sampah, dapat dimulai dari lingkungan terdekat. Sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai kompos dengan bantuan komposter, keranjang takakura, biopori, ataupun pengolahan komunal. Sementara itu, sampah anorganik (kertas, dsb.) dapat dipilah, kemudian ditabung di bank sampah, lantas dijual sebagai rongsok kepada pengepul atau lewat aplikasi Android—bahkan dapat pula disedekahkan bagi pemulung atau lembaga-lembaga pengelola sedekah sampah lainnya.

Selain upaya-upaya pengolahan, kesadaran menghentikan kebiasaan membuang sampah di jalan, sungai, atau pekarangan kosong juga perlu dibangun. Kita amat perlu membuang sampah pada tempat yang tepat, serta meminimalisasi penggunaan kantong plastik. Dengan adanya darurat sampah di DIY hari ini, langkah-langkah sederhana yang notabene hari-hari sebelumnya barangkali tidak kita pandang vital perannya, dapat kita jadikan gerakan pembaharuan yang nyata, mulai dari lingkungan terdekat seperti keluarga, masyarakat, hingga lingkungan dalam cakupan yang lebih luas lagi. (Dr. Surahma Asti Mulasari, S.Si., M.Kes., Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X