Mencegah ’Panic Investment’

Photo Author
- Selasa, 7 April 2020 | 10:42 WIB
Foto Ilustrasi (Photo by Dmitry Demidko on Unsplash)
Foto Ilustrasi (Photo by Dmitry Demidko on Unsplash)

ANGKA nilai tukar rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan instrumen investasi lain telah melemah. Semua terimbas dampak penyebaran wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid19) terhadap ekonomi dunia dan ekonomi Indonesia. Konon semua terjadi akibat laku investasi panik (panic investment). Yaitu tindakan dan aksi investasi yang didasarkan atas akumulasi ketakutan karena penilaian negatif atas suatu kondisi.

Nilai tukar rupiah memang melemah ke level Rp 16.464 per dolar AS (per 3 April 2020), dibanding awal Januari Rp 13.800 per dolar AS, bahkan sempat diperdagangkan di atas Rp 17.000 per dolar AS. Demikian juga harga saham saham di Bursa Efek Indonesia menurun yang mengakibatkan indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok ke level 4.623,42 (per 3 April 2020), dibanding 6.298,92 pada 30 Desember 2019, bahkan sempat turun 36,67% ke level 3.989,52 pada 23 Maret 2020.

Demikian juga yield to maturity obligasi 10 tahun telah naik kekisaran 8%. Sementara, suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) turun menjadi 4,5%. Pasar modal (pasar saham dan obligasi, termasuk reksadana) adalah pasar yang tidak sepenuhnya terbebas dari spekulasi, bahkan mungkin dipengaruhi oleh perilaku spekulasi.

Harus Dipahami

Ada beberapa poin yang harus dipahami. Pertama, penurunan harga saham sebaiknya dilihat dari volume transaksi saham secara tertimbang. Mengingat penurunan harga saham bisa saja terbentuk oleh sejumlah saham yang tidak terlalu besar, berkebalikan dengan perhitungan indeks yang menghitung market capitalization. Kedua, pemikiran sederhana mekanisme perdagangan saham, di mana jika ada yang menjual pasti ada yang membeli.

Ketiga, harga obligasi terjadi lebih rendah, pastinya karena terjadi mekanisme jual-beli (antara penjual dan pembeli). Jika tidak, harga tidak akan turun. Keempat, harga saham atau yield to maturity obligasi adalah tingkat kepuasan pembeli dan penjual, sehingga terkadang tidak dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi yang melekat pada hitungan estimasi forward rate nilai tukar.

Langkah taktis jangka pendek (sementara) perlu dilakukan dengan kerja sama semua pihak. Antara lain adalah pertama, semestinya reksadana secara fleksibel menyesuaikan harganya dari marked to market menjadi fair value saham atau obligasi yang dianggap paling konservatif. Sehingga mengurangi besaran penurunan nilai aktiva bersih. Kedua, sebaiknya investor reksadana (institusi termasuk perbankan) tidak melakukan penjualan reksadana secara besar-besaran untuk mengurangi pressure di pasar.

Ketiga, sebaiknya investor obligasi khususnya perbankan, asuransi, dana pensiun dan manajer investasi tidak sertamerta menjual obligasinya, mengingat penerbit obligasi masih membayar bunga obligasi khususnya.

Keempat, jika dibutuhkan, manajer investasi dapat berinisiatif dan mengusulkan pembentukan dana yang bisa memayungi investasi pasar modal di perbankan sehingga mengurangi risiko penurunan aset. Kelima, jika bisa dibuatkanlah satu kebijakan akuntansi yang memungkinkan institusi tidak harus membukukan harga efek saham, efek obligasi dan reksadana marked to market. Paling tidak untuk tahun 2020, untuk mengurangi pengakuan kerugian yang tidak disengaja (force majeur). Sehingga investor institusi yang memang dengan tidak sengaja menghadapi risiko penurunan nilai akan tertolong kestabilan nilai asetnya.

Kestabilan Perekonomian

Tentunya mempertahankan kestabilan perekonomian negara dan pertumbuhan industri agar tetap bagus adalah tanggung jawab bersama, tidak bisa dibebankan kepada pemerintah saja. Tetapi harus dibantu semua pihak, baik badan usaha milik pemerintah (negara dan daerah) maupun pihak swasta ataupun regulator terkait serta penelitipeneliti di universitas.

Dengan demikian sambil menunggu meredanya Covid-19, iklim investasi di Indonesia akan membaik segera dan mendapat kepercayaan dari pihak lokal maupun asing. Sasarannya adalah rupiah akan menguat kembali sesegera mungkin. Jadi tidak usah panik berlebihan.❑ - e

(Tasroh MPA MSc, ASN Pemkab Banyumas, Tim Pengembangan Investasi Daerah dan Alumnus Ritsumeikan Adia Pacific University, Japan). Opini dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, edisi Selasa 7 April 2020.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: agung

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X