Mencegah Balita Kerdil Akibat Kurang Gizi

Photo Author
- Sabtu, 27 Januari 2018 | 10:38 WIB

DISAAT ramai membicarakan masalah kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk di kabupaten Asmat provinsi Papua, sebenarnya kita juga masih menyimpan masalah kesehatan yang tidak kalah berat dan belum terselesaikan. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013, yang merupakan Riskesdas terakhir sebelum tahun 2018, menunjukkan hampir 9 juta (sekitar 37,2%) anak balita (bawah lima tahun) di Indonesia mengalami kerdil. Angka ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 35,6%. Padahal organisasi kesehatan dunia (WHO) membatasi maksimal hanya 20%. Dari laporan yang sama, Daerah Istimewa Yogyakarta masih memiliki prevalensi balita kerdil sebesar 29%. Indonesia juga menjadi negara dengan prevalensi balita kerdil kelima terbesar di dunia.

Kerdil atau pendek (stunting) merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis atau kekurangan asupan gizi dalam waktu lama. Kerdil terjadi sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi, sehingga mengakibatkan anak terlalu pendek untuk usianya. Kerdil biasanya baru akan nampak setelah anak berusia dua tahun. Sebelum usia tersebut kerdil memang tidak mudah dilihat. Kemenkes RI menjelaskan bahwa balita pendek dapat diketahui bila dibandingkan standar baku WHOMGRS (World Health Organization-Multicentre Growth Reference Study), panjang badan atau tinggi badan seorang balita berada di bawah normal, yakni memiliki nilai z-score kurang dari -2 standar deviasi (pendek) dan nilai z-score kurang dari -3 standar deviasi (sangat pendek).

Akibat

Berbagai kajian menunjukkan bahwa balita pendek mengalami gangguan jumlah, kualitas dan kerusakan sel otak (terkait kecerdasan), jaringan dan organ tubuh (terkait tumbuh kembang dan metabolisme). Trihono dkk. (2015) melaporkan bahwa bayi pendek (panjang badan kurang dari 50 cm) ternyata berisiko tiga kali lebih besar (20,8 %) menderita suspek gangguan per kembangan dibanding bayi normal (8,3%). Jangka panjangnya balita pendek berakibat menurunkan kemampuan kognitif, prestasi belajar dan kekebalan tubuh sehingga lebih rentan penyakit dan berisiko kegemukan. Ini sebagai pemicu memudahkan muncul gangguan dan penyakit, misalnya diabetes mellitus, penyakit jantung, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua.

Akibat balita pendek di masa depan dapat menurunkan tingkat produktivitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) menginformasikan masalah balita pendek dapat mengakibatkan hilangnya 11% Gross Domestic Products (GDP) serta mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup. Dengan kata lain, balita pendek dapat dijadikan sebagai prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia di masa datang.

Menangani masalah balita pendek ini memang bisa dikatakan tidak mudah. Hal ini disebabkan kekurangan gizi kronis sebagai penyebab balita pendek dipengaruhi oleh kondisi ibu/calon ibu, masa janin, kesehatan selama masa balita, kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan yang menyebabkan praktik pengasuhan yang kurang baik. Penanganan balita pendek perlu koordinasi antar multisektor yang terintegrasi dan berkelanjutan serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, masyarakat umum, dan lainnya.

Pencegahan

Pencegahan balita pendek dapat berupa upaya langsung (intervensi gizi spesifik) dan tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Para pakar mengatakan bahwa intervensi gizi spesifik hanya berkontribusi 30%. Sedangkan 70% merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan dan sosial. Upaya intervensi gizi spesifik difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X