Kegaduhan Demokrasi

Photo Author
- Sabtu, 7 Oktober 2017 | 02:57 WIB

OPINI Satrio Wahono dengan tajuk ‘Menggagas Etika Politik Pancasila’ menarik didiskusikan lebih lanjut. Terutama pada masih abainya manusia Indonesia akan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila atau pengabaian manusia terhadap etika politik Pancasila (KR, 4/10). Hal itu dapat dilacak dari semakin minimnya upaya klarifikasi sesudah kontroversi dalam komunikasi politik Indonesia yang turut menambah kegaduhan demokrasi.

Demokrasi itu memang gaduh dan kegaduhan politik menjelang tahun politik itu jelas. Tapi, kegaduhan demokrasi yang terlahir dari beragam pernyataan kontroversial dengan disertai hoax, isu-isu halusinatif dengan kemasan hiper-realitas bukanlah watak seorang negarawan yang Pancasilais. Apalagi, isu-isu halusinatif itu dalam ranah politik digital, kemudian direproduksi oleh buzzer politik untuk tujuan mempengaruhi preferensi pemilih terhadap salah satu kandidat politik. Termasuk digunakan untuk menyerang balik pihak-pihak yang berseberangan.

Padahal, sebenarnya beberapa isu-isu halusinatif yang membuat gaduh demokrasi itu hanya terjadi dalam ranah dunia maya (online). Sementara ditataran masyarakat luar jaringan (offline) isu itu tidak menarik sama sekali bagi publik, meskipun menempati trending topik. Sebut saja, isu halusinatif perihal kebangkitan paham komunisme (PKI) yang cukup meresahkan masyarakat. Padahal, merujuk survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), hanya ada 12,6% yang setuju isu PKI bangkit. Sedangkan mayoritas responden atau 86,8% tidak setuju soal adanya isu kebangkitan PKI.

Akal Sehat

Politik Identifikasi tersebut menegaskan bahwa semakin banyak para penumpang gelap demokrasi yang dengan teganya menggerakkan isu halusinatif dengan tujuan membodohi dan merusak proses pembelajaran politik kewargaan. Inilah bukti bahwa akal sehat politik sebagian kandidat politik kita sangat jauh dari etika politik Pancasila. Manuver berpolitik yang ditampilkan tidak lagi mencerminkan sebuah pembelajaran politik yang santun. Tapi lebih kepada mempertontonkan intrik saling berkuasa, tanpa lagi memperdulikan nasib rakyat.

Padahal, tidak selamanya politik itu penuh dengan intrik, tipu muslihat apalagi pembodohan. Politik sejatinya dapat memberikan pembelajaran berharga soal bagaimana demokrasi dibangun dengan etika politik Pancasila seperti mengedepankan nilai-nilai permusyawaratan perwakilan. Nilai-nilai yang sejatinya dapat mendorong politik sebagai ruang untuk mengkomunikasikan beragam programatik kandidat, dan bukan terjebak pada prosesi pencitraan yang hiper-realistis, apalagi sampai menumpulkan sensibilitas publik.

Jika kita telah sepakat bahwa kontestasi demokrasi adalah upaya melahirkan regenerasi kepemimpinan, tentunya kita harus realistis dalam mendongkrak popularitas dan meraih kekuasaan dengan tetap mengutamakan etika politik Pancasila. Etika yang dapat menuntun para kandidat politik untuk kembali menampilkan akal sehat politik yang mengedepankan otentisitas, substansial dan tentunya mencerminkan kedewasaan berdemokrasi. Tujuannya tidak lain sebagai media pembelajaran politik kewargaan dan bukan sebatas instrumen dekoratif dalam politik.

Sebab dengan mengedepankan etika politik Pancasila akan dapat menjadi transformasi pengetahuan politik. Pengetahuan yang mengacu pada bentuk, konsep, informasi dan pertimbangan faktual, mengenai sistem politik dan pemerintahan. Selain itu merupakan keterampilan intelektual terkait kepiawaian dalam menggambarkan, menginterpretasikan dan menilai fenomena politik. Kepiawaian yang dapat membatasi terjadinya fanatisme berlebihan dari satu kesatuan politik. Terakhir, etika politik itu dapat menjadi ruh dalam segala jenis tindakan guna membangun patriotisme dan nasionalisme.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X