Demokrasi Penetapan

Photo Author
- Jumat, 7 Juli 2017 | 10:29 WIB

PENETAPAN Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Keistimewaan DIY merupakan proses demokrasi yang melibatkan interaksi politis pihak-pihak terkait. Proses ini akan lancar bilamana terjadi sinergi. Kelancarannya ditentukan oleh interaksi asosiatif dan konstruktif antara DPRD, pihak Kraton, dan tentunya juga Gubernur dan Wagub yang masih menjabat sekarang.

Proses politik menjadi bagian wajar dalam demokrasi penetapan ini. Namun dalam Keistimewaan DIY yang berbasis sejarah dan kebudayaan, proses politik semestinya bukan lagi menjadi proses ëpermainaní kepentingan kekuasaan. Proses politik semestinya lebih merupakan proses negoisasi dalam pengertian musyarawah untuk kepentngan Keistimewaan DIY itu sendiri.

Karena itu, negoisasi politik dalam Demokrasi Penetapan ini harus menjadi ajang implementasi nilai-nilai substansial demokrasi. Penetapan Gubernur dan Wagub DIY jangan sekadar menjadi praktik demokrasi prosedural. Proses negoisasi (musyawarah) yang terjadi justru memberi nilai tersendiri. Di sinilah kearifan demokrasi khas Keistimewaan DIY diuji untuk jadi model kearifan bagi Indonesia.

Dalam demokrasi penetapan ini, beberapa nilai demokrasi substansial yang harus dikedepankan adalah, pertama, prinsip Tahta untuk Rakyat. Prinsip ini yang harus benar-benar menjadi komitmen Kraton dan Raja yang sedang bertahta, yang dalam Keistimewaan DIY otomatis menjadi Gubernur DIY. Tak dapat dipungkiri bahwa sejarah monarki di berbagai belahan muka bumi ini selalu diwarnai konflik kekuasaan bahkan baku bunuh demi tahta. Konflik internal kerabat kerajaan senantiasa mewarnai berdirinya, jalannya, hingga runtuhnya kerajaan, Adapun monarki Yogya tetap bertahan hingga hari ini karena fokusnya pada kepentingan rakyat, bangsa, dan negara Yogya Istimewa untuk Indonesia.

Komitmen Tahta untuk Rakyat juga menjadi orientasi kepemimpinan Sri Sultan HB X. Pada 7 Maret 1989, HB X menyampaikan pidato jumenengan berjudul ‘Tahta bagi Kesejahteraan Kehidupan Sosial-Budaya Rakyat’. Pidato itu menyatakan Lima Tekad Dasar HB X, yaitu (1) untuk tidak mempunyai prasangka atau iri hati dan dengki serta untuk tetap hangrengkuh siapa pun, baik terhadap mereka yang senang dan bahkan juga terhadap yang menaruh benci sekalipun. (2) Untuk lebih banyak memberi daripada menerima. (3) Untuk tidak melanggar paugeran Negara. (4) Untuk lebih berani mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah memang benar-benar salah. (5) Untuk tidak memiliki ambisi apa pun, selain senantiasa berusaha hanya bagi kesejahteraan rakyat (Ariobimo, 1999).

Saat itu, kelima tekad itu ditetapkan menjadi ‘Garis-garis Besar Strategi Kebudayaan Kraton’ (Ariobimo, 1999). Dengan demikian, kelima tekad itu semestinya juga menjadi nilai-nilai utama bagi internal Kraton. Sebagai pusat kebudayaan, Kraton adalah model ideal berbasis nilai-nilai luhur yang diajarkan mendiang Sri Sultan HB IX, yaitu filosofi Hamangku, Hemengku, Hamengkoni.

Kedua, nilai utama yang harus mendasari Demokrasi Penetapan tentunya adalah nilai musyawarah untuk mufakat. Nilai yang kini menjadi langka. Demokrasi berubah menjadi perseteruan dengan pengerahan pendukung yang dikendalikan dengan kekuatan provokasi dan uang. Dalam hal ini Yogya punya filosofi nglurug tanpa bala yang berarti bahwa kemenangan sejati bukan dengan pengerahan kekuatan, apalagi premanisme. Dalam hal musyawarah, Yogya juga punya nilai menang tanpa ngasorake, menang tanpa merendahkan dan merugikan orang lain. Dalam managemen modern disebut win-win solution. Demokrasi Penetapan jangan menjadi urusan menang-kalah, apalagi sikap dan tindakan saling menjatuhkan.

Ketiga, Demokrasi Penetapan harus mengandung nilai Demokrasi Pancasila: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Demokrasi harus memberi ruang bagi pemimpin yang berhikmat (arif dan bijaksana), Demokrasi bukan melulu soal kuantitas tetapi kualitas. Selama ini urusan angka membuat demokrasi berpihak sematamata kepada kelompok mayoritas, dengan sering meminggirkan hikmat (kebijaksanaan, kepemimpinan, kearifan).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X