DANA Keistimewaan (danais) yang diterima Pemda DIY, sebagai implikasi dari diberlakukannya UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY sejak tahun 2013, dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun pertama (2013) danais yang cair Rp 231 miliar. Tahun 2014 cair Rp 523,8 miliar. Selanjutnya tahun 2015 dapat Rp 547,5 M. Tahun. 2016, danais yang dikucurkan pemerintah pusat Rp 574 miliar. Sedangkan tahun 2017 meningkat menjadi Rp 853,90 miliar.
Terus meningkatnya danais yang diterima DIY, jelas menggembirakan, baik bagi jajaran Pemda DIY maupun masyarakat Yogyakarta. Tetapi di balik kegembiraan itu, ada sejumlah cerita miring mengenai danais. Kecuali dianggap belum dirasakan oleh masyarakat hingga ke tingkat pedukuhan - sebagaimana dikeluhkan oleh para kepala dukuh - penggunaan danais juga masih dianggap belum pas atau belum sesuai dengan esensi keistimewaan. Sehingga wajar bila ada pihak yang mengkritisinya. Di sejumlah tempat, di tembok-tembok kota Yogya, misalnya, ada yang menempelkan stiker bertuliskan ‘Saatnya usut danais! Kenapa tidak?’ Sejumlah netizen, melalui media sosial, memelesetkan danais menjadi ‘Dana Istimawut’.
Munculnya cerita miring mengenai danais adalah hal wajar. Menyangkut alokasinya, pada tahun I, II, dan III, mayoritas danais lebih banyak terserap untuk bidang kesenian, khususnya seni pertunjukan. Dalam konteks ini pengertian kebudayaan direduksi sebatas kesenian. Sedangkan untuk tahun IV dan V (sekarang), sebagian besar danais digunakan untuk kepentingan pembangunan fisik / infrastruktur. Kebijakan ini juga mereduksi pengertian kebudayaan sebatas pembangunan fisik.
Tiadanya penjabaran yang jelas dan ilmiah mengenai kebudayaan, menjadikan danais bisa digunakan untuk kepentingan apa saja. Kalau dinalar secara dangkal, apa saja yang menyangkut kehidupan manusia memang masuk ranah kebudayaan.
Poblem Transparansi
Masalah lain yang tak kalah penting untuk dikritisi menyangkut transparansi penggunaan danais. Achiel Suyanto, Tim Asistensi RUUK DIY, pernah mengatakan bahwa Pemda DIY secara konsisten akan mengawasi secara ketat penggunaan danais. Dan untuk menjamin transparansi penggunaan danais, akan dibenuk badan pengawas. (Okezone, 3/9/2012). Tetapi sampai saat ini badan pengawas penggunaan danais tetap belum terbentuk.
Komisi Informasi Provinsi (KIP) DIY juga pernah mengimbau agar penggunaan danais diumumkan secara transparan. (Antara, 14/11/2016). Tetapi hingga kini publik tetap sulit mengakses informasi terkait penggunaan danais. Informasi seputar danais yang diketahui publik hanya sebatas besaran per tahunnya. Logikanya, terhadap danais tahun 2013, 2014, dan 2015, sudah ada laporan keuangannya yang sudah diaudit lembaga resmi. Kenyataannya, instansi / SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) pengampu danais tidak pernah mengumumkan kepada publik laporan keuangan penggunaan danais.
Sebagaimana diketahui, kewenangan penggunaan danais ada di Sekretariat Daerah, Dinas Kebudayaan, dan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPR-ESDM), Kuasa Pengguna Anggarannya ada di 3 SKPD tersebut, karena menurut aturan, danais hanya digunakan untuk kepentingan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, urusan pertanahan, kebudayaan, dan tata ruang.