Manajemen Kemacetan

Photo Author
- Selasa, 13 Desember 2016 | 11:49 WIB

KOTA Yogyakarta menjadi salah satu daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia. Hal ini membawa konsekuensi kemacetan lalu lintas di Kota Yogyakarta meningkat signifikan. Meningkatnya kemacetan tersebut khususnya terjadi pada liburan panjang akhir pekan (long weekend), liburan sekolah, liburan Idul Fitri, serta liburan Natal dan Tahun Baru. Penyebab utama kemacetan adalah kapasitas jalan dan parkir yang sudah tidak mampu menampung kendaraan (pribadi dan umum) yang datang ke Kota Yogyakarta. Bagaimanakah solusi untuk mengurangi kemacetan di Kota Yogyakarta?

Solusi dengan memperlebar jalan adalah tidak mungkin dilakukan. Memperluas area parkir secara optimal dapat dilakukan secara vertikal. Keterbatasan lahan di Kota Yogyakarta menjadikan perluasan lahan parkir secara vertikal juga tidak mudah dilakukan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta harus berani melakukan terobosan dengan membuat lahan parkir yang luas meskipun di wilayah luar Kota Yogyakarta. Pemkot Yogyakarta dapat bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul dan Pemkab Sleman untuk menyediakan lahan parkir khusus bus wisata ukuran besar (40-50 penumpang).

Secara bertahap lahan parkir dibangun di beberapa titik, misalnya sebelah utara, barat, timur, dan selatan Kota Yogyakarta. Tempat parkir yang sudah ada (Ngabean, Abubakar Ali, dan Senopati) dimanfaat untuk parkir bus wisata ukuran yang lebih (30 orang), kendaraan wisata lain (10-14 orang), dan kendaraan pribadi (roda 4). Bus wisata (40-50 orang) diwajibkan parkir di kantong-kantong parkir yang berada di luar kota. Tahap selanjutnya penumpang diangkut dengan kendaraan shuttle menuju dalam kota Yogyakarta. Terkait dengan hal tersebut, Pemkot Yogyakarta dapat melakukan studi banding misalnya ke Kuta, Bali dan Pemkab Pacitan, Jawa Timur.

Ada hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemacetan di Kota Yogyakarta. Yakni tempat-tempat wisata bukan peninggalan sejarah, misalnya Taman Pintar dan Gembiraloka Zoo, dipindah ke wilayah luar Kota Yogyakarta. Tempat-tempat wisata di dalam kota hanya untuk wisata peninggalan sejarah seperti Kraton, Benteng Vredeburg, Tamansari, dan tempat-tempat peninggalan sejarah (heritage) lain.

Ide atau usulan ini memang mudah diucapkan atau ditulis namun tidak mudah dilakukan. Sekali lagi tidak mudah dilakukan tidak berarti tidak mungkin dilakukan. Suatu pekerjaan yang membutuhkan pemikiran, tenaga dan biaya yang besar. Dapat dilakukan bertahap dan merupakan pekerjaan dalam jangka panjang.

Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta terpilih nantinya harus berani memulai pekerjaan tersebut. Diawali dengan usulan atau proposal yang matang dengan merangkul Pemkab Sleman, Pemkab Bantul, dan Pemda DIY. Pekerjaan tersebut juga dapat melibatkan investor swasta. Penulis berangan-angan jika Taman Pintar dipindah ke wilayah Sleman/Bantul maka dapat dikembangkan seperti Jatim Park di Batu, Malang, Jawa Timur. Bagian depan tetap seperti Taman Pintar (wahana edukasi iptek dan sains), sedangkan bagian belakang merupakan tempat wahana/arena rekreasi. Dalam jangka panjang Gembiraloka Zoo nantinya juga dapat dipindah ke luar kota (Bantul/Sleman). Gembiraloka dapat dikembangkan dengan kombinasi konsep Batu Secret Zoo dan Taman Safari.

Sekali lagi mewujudkan hal tersebut bukan impian. Kuncinya harus diawali dari Pemkot Kota Yogyakarta untuk dapat merangkul Pemkab Sleman/Pemkab Bantul serta Pemda DIY. Kerja sama antar pemerintah daerah untuk mengelola infrastruktur publik bukan hal baru. Sebagai contoh, Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo bekerja sama dalam mengelola Terminal Bus Purabaya yang berlokasi di Bungurasih, Waru, Sidoarjo. Dengan demikian Taman Pintar dan pengembangannya dikelola secara bersama antara Pemkot Yogyakarta dan Pemkab Sleman/Bantul. Untuk pengembangan tempat wisata Pemkot Yogyakarta dapat belajar langsung dari Pemkot Batu dan Pemkab Malang Jawa Timur.

Penulis yakin berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta bersama Satlantas Poltabes Yogyakarta, dan Dinas Perhubungan DIY untuk mengurangi kemacetan di Kota Yogyakarta khususnya pada saat puncak musim liburan. Upaya nyata terkait dengan manajemen lalu lintas dan penambahan infrastruktur juga telah diterapkan, namun hasilnya belum nampak signifikan. Usulan penulis patut ditindaklanjuti dengan kajian yang komprehensiif agar dapat diterapkan sebagai solusi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dalam jangka panjang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X