Ilustrasi.
Oleh:
Dr. Husna Nashihin, M.Pd.I.
Dosen Pasca Sarjana INISNU Temanggung
ISLAM sebagai agama yang moderat dan humanis harus bisa menjadi agama yang dinamis dan bersifat antrophocentris, bukan teocentris seperti yang kebanyakan berlangsung saat ini. Islam juga berfungsi sebagai agama penyempurna dari ajaran atau agama terdahulu yang bersifat rahmatan lil ‘alamin lintas ruang dan lintas waktu.
Konsekuensinya, Islam harus mampu menawarkan solusi-solusi atas setiap problematika yang terjadi sehingga bisa menjadi agama yang relevan dalam menyelesaikan problematika dunia yang semakin kompleks.
Fikih sebagai salah satu pendekatan dalam studi Islam, terkadang tidak bisa menyelesaikan problematika yang muncul di tengah masyarakat. Fikih terkadang berbenturan juga dengan Akhlak Tasawuf dalam mendekati sebuah masalah, meskipun keduanya berasal dari rumpun disiplin ilmu yang sama. Apalagi Fikih ketika digunakan untuk mendekati problematika dalam situasi dan kondisi masyarakat yang sangan plural, pada satu sisi masyarakat membutuhkan kelenturan syariat supaya bisa diterapkan, akan tetapi Fikih masih menekankan pada penerapan syariat sebagai harga mati.
Fenomena penundaan waktu azan dan sholat berjamaah yang dilakukan sejak lama melalui proses kesepakatan masyarakat tani di Temanggung menjadi perdebatan yang saat ini mulai muncul di tengah masyarakat. Perdebatan yang muncul ini menjadi problematika tersendiri yang harus bisa diselesaikan oleh Islam.
Pada satu sisi masyarakat menginginkan syariat azan dan sholat berjamah di masjid memiliki kelenturan sehingga bisa selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat tani Temanggung, di sisi lain ada yang menekankan pada penerapan syariat azan dan sholat berjamaah di masjid tepat waktu sebagai sebuah keharusan.
Temanggung memiliki 20 kecamatan yang terdiri dari 280 desa atau kelurahan. Semua kecamatan di Temanggung mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani, kecuali dua kecamatan yaitu Kecamatan Temanggung dan Parakan. Mayoritas masyarakat di Kecamatan Temanggung berprofesi sebagai pegawai, adapun mayoritas masyarakat di Kecamatan Parakan berprofesi sebagai pengusaha pertokoan.
Profesi petani yang dijalani mayoritas masyarakat menyebabkan sebagian laki-laki masih berada di sawah atau ladang, sehingga ketika sholat Dhuhur atau Ashar tetap dilaksanakan tepat waktu, maka dapat dipastikan jamaah yang hadir akan sangat minim, terutama kaum laki-lakinya. Bahkan pada sebagian masjid, imam dan muazin yang bertugas di masjid sebagian besar juga berprofesi sebagai petani yang pada saat pelaksanaan sholat Dhuhur maupun Ashar tepat waktu belum berada di rumah. Atas dasar pertimbangan di atas, maka masyarakat tani di Temanggung memiliki kesepakatan penundaan waktu azan dan sholat berjamaah.
Rasionalisasi penundaan waktu azan dan sholat berjamaah sholat Dhuhur dan Ashar sekaligus adalah masalah waktu yang paling tepat bagi para petani untuk bisa melaksanakan pekerjaan utamanya sebagai petani serta juga melaksanakan ibadah utama sholat berjamaah di masjid.
Meskipun sholat Dhuhur yang dilaksanakan tepat waktu sebenarnya bertepatan dengan waktu istirahat para petani, akan tetapi penundaan waktu azan dan sholat berjamaah Dhuhur tetap diperlukan karena jarak sawah atau ladang yang cukup jauh sehingga membutuhkan banyak waktu untuk sampai ke rumah.